Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya merupakan novel karya Keigo Higashino yang tidak aku masukkan dalam list yang ingin kubaca.
Keigo Higashino adalah lelaki asal Jepang yang dikenal sebagai penulis novel detektif. Beberapa novel yang sudah aku baca bertema misteri pembunuhan yang sangat membuat penasaran dan penuh plot twist.
Pertama kali membaca blurb novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya, aku benar-benar tidak tertarik untuk membacanya. Cerita di novel ini memang jauh dari cerita detektif. Seperti tidak Keigo Higashino banget.
Pada akhirnya, aku memutuskan untuk membaca dan menyelesaikannya sambil menunggu novel Keigo Higashino lain yang sedang aku pesan. Aku membaca dalam bentuk e-book yang dibeli dari Play Books. Seperti semua karyanya, novel ini juga diterbitkan oleh Gramedia.
Awal membaca novel, aku kurang antusias. Tidak terlalu berharap akan semenarik novelnya yang lain. Akan tetapi, lama kelamaan asik juga karena menemukan benang merah dari cerita di setiap bab. Memang ceritanya jauh dari misteri pembunuhan.
Cerita diawali dengan tiga orang pencuri yang bersembunyi di dalam toko tua tak berpenghuni. Tiba-tiba ada surat yang dimasukkan melalui lubang pada pintu gulung toko. Siapa yang menyangka bahwa surat itu dikirimkan dari 32 tahun yang lalu. Dan kisah mereka pun bergulir.
Setting waktu yang maju mundur membuat pembaca harus jeli dalam memahaminya. Apakah ini berada di masa lalu, atau sudah kembali ke saat ini.
Kalau teman-teman pernah membaca Funiculi Funicula, seperti itulah kira-kira cerita novel ini. Misteri time travel dengan permainan waktu.
Sebagai penulis, tentunya harus jeli dalam menghitung waktu kejadian dalam cerita. Aku selalu salut dengan kemampuan para penulis cerita time travel dalam menceritakan detail berapa tahun ke belakang, bagaimana kaitannya dengan peristiwa di waktu tertentu, dan bagaimana membuat semua cerita memiliki benang merah.
Saat itulah, aku juga menemukan ciri Keigo Higashino dalam novel ini. Sungguh tidak menyangka.
Untuk novel terjemahan, pemilihan kata-katanya mudah dicerna. Meskipun menggunakan kalimat yang baku, tidak ada kesan kaku dan wagu.
Muncul beberapa istilah bahasa Jepang yang dijelaskan menggunakan catatan kaki. Memang ada hal yang menyangkut budaya Jepang yang kadang tidak terbayangkan. Seperti latar tempat. Bagaimana membayangkan kotak kayu tempat susu. Atau bangunan rumah tinggal. Kadang agak mengganggu, tetapi bisa diabaikan.
Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya memberi lebih pesan moral dibanding karya Keigo yang lain. Bagaimana cara menghadapi tantangan dalam hidup, bagaimana tetap berjuang, dan berusaha menjadi orang yang baik.
Sekali lagi, membaca novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya memang tidak seperti menikmati karya Keigo Higashino yang lain. Akan tetapi, pada akhirnya aku bisa menikmati ceritanya.
Merah Itu Aku
Yogyakarta, 21 Januari 2024