Disclaimer: mungkin kejadian ini bukan cuma di Jogja. Tapi karena aku mengalaminya di Jogja, jadi aku beri judul demikian. Kalau ada kesamaan di daerah lain, feel free to comment ya, gaes 😁😁
----
Pertengahan tahun 2014, kami sekeluarga pindah ke Jogja. Tepatnya di distrik Sleman. Setelah pindah, maka kami mulai memiliki lingkungan sosial baru. Lingkungan sosial pertama yang aku cemplungi adalah perkumpulan emak-emak di sekolah Kakak Zidan. Iya, bukan lingkungan perumahan tempat kami tinggal karena saat itu masih 'gersang'. Baru ada beberapa rumah yang berpenghuni. Jadi belum ada kerumunan emak-emak 😌.
Kehidupan berjalan normal dengan kegiatan perkumpulan emak-emak. Sebelumnya, aku memang belum pernah merasakan kehidupan menjadi wali murid dengan segala keseruannya. Banyak kegiatan yang kami lakukan sebagai emak-emak. Selain pertemuan wali murid di sekolah, kami juga sering berombongan untuk menengok orang sakit. Baik guru, murid, maupun wali murid. Kadang juga menengok bayi yang baru lahir. Ada juga kegiatan suka-suka, misal nyoto atau ngebakso bareng, berenang, atau nongkrong di rumah sesama wali murid. Selow banget emang sih kegiatan emak-emak pada masanya. Catet ya...ini kegiatan emak-emak yang anaknya masih TK 😆.
Kegiatan menengok yang pertama kali aku ikuti benar-benar berkesan. Pada akhir kunjungan sebelum kami berpamitan, ada semacam pidato singkat dari perwakilan rombongan yang menengok. Biasanya dilakukan oleh orang yang dituakan di rombongan tersebut. Isi pidato singkat tersebut adalah ucapan terima kasih atas jamuan yang sudah diberikan, tujuan kami berkunjung, dan doa-doa baik untuk orang yang kami kunjungi.
Yang kemudian dibalas oleh tuan rumah dengan ucapan terima kasih beserta alasan-alasannya. Biasanya ada balasan doa juga dari sang empunya rumah.
Berasa familiar ga dengan tata cara itu? Kalo aku, pertama kali mengikuti kegiatan menengok berasa kayak ikut acara lamaran 🤭🤭. Keherananku ditanggapi langsung oleh tetua rombongan.
"Mba Fir, di sini emang kalau mengunjungi orang, diakhiri dengan tembungan." (istilahnya apa ya...aku lupa. Tembungan kok jadi makin lamaran banget 😅).
Aku teringat saat baru pindah ke Jogja. Dulu, aku juga pernah diperlakukan sama. Tapi oleh Pakde yang asli Jogja dan tentu saja sudah seumuran orang tuaku. Aku pikir pidato singkat penutupan sebelum pamit, hanya dilakukan oleh orang-orang tua saja. Ternyata tidak lho.
Hampir 6 tahun di Jogja, aku masih belum terbiasa dengan pidato singkat itu. Pasalnya, aku selalu merasa bukan jadi tetua rombongan. Kalo saatnya pamit, aku udah pengen salaman dan pergi aja. Haha...
Beberapa hari yang lalu, aku mengantarkan donasi ke salah satu Rumah Sakit di Jogja. Setelah menyelesaikan segala prosedur dan foto bersama (tentu saja), perwakilan rumah sakit memberikan ucapan terima kasih dalam kalimat yang panjang lebar. Dan tanpa merasa bersalah, aku hanya senyum-senyum (yang ga keliatan karena tertutup masker), mengangguk-angguk, dan ditutup dengan kata 'sama-sama' 🙈🙈🙈. Selama perjalanan pulang, aku baru menyadari ada yang salah dari sikapku. Yaa...seharusnya ada sepatah dua patah kata yang aku sampaikan untuk membalas pidato beliau.
Ya Allah...aku sungguh malu. Semoga kejadian tersebut tidak terulang lagi. Semoga aku semakin terbiasa dengan kebiasaan berkunjung di Jogja ❤😄❤.
Merah Itu Aku
Jogja, 9 Mei 2020
No comments:
Post a Comment