Pages

Saturday, February 13, 2021

Toilet Training

Setelah sekian lama, akhirnya aku memutuskan untuk membagi pengalaman toilet training yang aku berikan pada ketiga anak laki-lakiku.

Aku memulai toilet training pada ketiganya sejak mereka bisa tengkurep, sekitar usia tiga bulan. Iya, kalian enggak salah baca dan aku enggak salah tulis kok 😁. Bukan tiga tahun, tetapi tiga bulan.

Mungkin banyak terjadi pro dan kontra di luar sana karena aku memulai terlalu dini ketika dianggap usia segitu belum siap untuk toilet training. Tidak apa-apa, semua bebas berpendapat. Aku tidak membawa literatur dan bidang ilmu apapun dalam mempraktekkan toilet training ini. Eh, ada ding, ilmu naluri seorang ibu #ecieee...

Jadi, semua yang aku ceritakan ini berdasarkan pengalaman yang aku lakukan, dengan belajar pada ibuku sendiri 😁.


Persiapan Toilet Training

Aku sudah mulai persiapan sejak anak lahir. Niat memberikan toilet training sejak bayi memang sudah tercetus sejak aku hamil. Pertama yang harus disiapkan sebelum memberikan toilet training adalah strong why . Toilet training adalah perjalanan yang membutuhkan kesabaran dan keikhlasan. Jika strong why kurang kuat, bisa jadi kita akan berhenti di tengah jalan.

Strong why ku melatih toilet training sejak bayi:

1. Ingin melatih disiplin anak sejak bayi, terutama masalah ke toilet.

2. Mengajarkan tentang kebersihan kepada anak.

3. Mengurangi sampah diapers bekas.

4. Ingin mempererat bounding dengan anak.

Aku masih bekerja ketika anak pertama dan keduaku lahir. Jadi, aku ingin ada saat di mana aku merasa sangat dekat, yaitu ketika menyusui dan toilet training.

Ketika anak ketigaku lahir, aku memang sudah tidak bekerja di luar rumah lagi. Namun, strong why yang aku punya masih bisa dipake 😁.


Ketika anak lahir, aku sudah mulai mengamati ekspresi dan gerak gerik. Selain mengamati tanda mengantuk, haus dan lapar, aku juga mulai mengamati tanda ketika bayi ingin pipis atau pup.

Tanda-tanda setiap bayi berbeda. Ketiga anakku pun memiliki tanda yang tidak sama. Ada yang ketika pengen pipis atau pup, dia sama sekali tidak mau menyusu. Ada juga yang memberi tanda dengan menggigit atau menggeliat tidak tenang. Sebagai ibu, kita yang harus membaca setiap perubahan yang ditunjukkan oleh bayi.

Selama tiga bulan pertama, selain mengamati tanda-tanda seperti gerak gerik, ekspresi, atau tangis, aku juga mengamati waktu-waktu bayi pipis, terutama pada malam hari.

Aku tidak pernah membiasakan anak-anak memakai diapers selama di rumah. Kejadian dipipisin pun sudah menjadi 'makanan' sehari-hari. Aku punya lap khusus untuk membersihkan lokasi-lokasi bekas pipis.

Kalau bayi lahir di musim hujan, harus siap-siap popok kain dan celana poop yang banyak. Hihi... harus siap lahir dan batin ya, buuukkk😌.

Tanpa memakai diapers, anak-anak bisa mengenal konsep bahwa ketika pipis dan pup di celana, akan menimbulkan efek basah, lengket, dan hal tersebut sangat tidak nyaman. Cara itu akan mempermudah orang tua dan anak dalam menghadapi proses selanjutnya.


Menatur

Ketika aku akan menulis ini, aku menemukan hal yang mengejutkan bahwa tatur ini punya bahasa keren yaitu elimination communication (EC). Dan hal lain yang mengejutkanku lagi, ternyata EC bukan kind of toilet training. Wow... tapi tak masalah apa pun istilahnya, pada intinya, aku tetap setuju bahwa tatur bukan sekedar mengajarkan anak mengenal toilet, tetapi lebih pada komunikasi orang tua dengan anak.

Aku mulai menatur anak-anak setelah mereka bisa tengkurep, sekitar usia tiga bulan. Pada usia segitu, bayi sudah mulai kuat untuk diposisikan pipis di toilet atau pispot atau baskom. Ternyata, ada yang mulai menatur bayi di usia yang lebih muda. Ada yang mulai pada usia 2 minggu, bahkan ada yang 7 hari. Wow!!!

Aku menatur anak-anak sesuai waktu pipis mereka, sebagaimana yang telah aku amati sekitar tiga bulan sebelumnya. Pagi setelah bangun tidur, aku bawa anakku ke toilet. Ketika siang hari, aku ajak mereka ke toilet setiap 1.5 - 2 jam sekali, atau sesuai dengan tanda-tanda yang mereka berikan. Malam, aku sudah menghafal jam-jam mereka biasa pipis.

Memang tidak selalu tepat. Kadang, ketika aku bawa ke toilet, mereka tidak mau pipis. Biasanya aku ajak ngobrol, "Ayo pipis." Atau aku buat suara-suara seperti, "Pssss." Kadang aku basahi kakinya agar ada sensasi dingin.

Ketika aku 'kebobolan' dalam artian anak-anak mengompol, aku akan ngobrol dengan anak dan memasukkan kalimat-kalimat tentang pipis atau pup seharusnya di toilet. Ini adalah poin dari tatur. Berkomunikasi dengan bayi. Karena sejatinya, bayi dan orang tua sudah bisa berkomunikasi dengan caranya, bahkan saat mereka masih dalam kandungan.

Ada beberapa artikel yang aku baca, bahwa mengajarkan EC akan membuat anak kesulitan menggunakan toilet saat besar. Berdasarkan pengalamanku, anak-anak sudah bisa pipis sendiri sekitar 1 - 1.5 tahun.

Aku memang tidak free diapers sama sekali. Ketika bepergian, aku masih memakaikan diapers pada anak-anak hingga sekitar 2 tahun. Aku merasa lebih tenang ketika di luar rumah kesulitan mengakses toilet, aku punya P3K.

Namun, sejak setahun, mereka sudah bisa meminta ke toilet jika ingin pipis. Jadi, diapers memang sebagai penenang bagi emaknya. Duh, maafkan aku, Nak.


Konsisten

Pada usia 1 tahun ke atas, ketika kemampuan anak-anak dalam berbahasa sudah mulai jelas, akan lebih memudahkan kita dalam toilet training. Konsisten sebagai orang tua diuji ketika sedang berada di tempat umum atau di perjalanan, anak-anak mau pipis. Meskipun sudah pake diapers, jangan sekali-kali bilang, "Udah, pipis aja di situ nggak apa-apa." Karena sesungguhnya, itu adalah cara kita menggagalkan toilet training.

Meskipun pake diapers, aku tetap membawa mereka ke toilet ketika mereka mau pipis. Bahkan, jika di perjalanan, kami akan mencari SPBU atau minimarket yang menyediakan fasilitas toilet umum.


Penutup

Setiap anak memiliki fitrah mengenai kebersihan. Maka, mengajarkan pipis dan pup pada tempat yang sebenarnya sejak dini merupakan cara orang tua untuk mengembalikkan mereka pada fitrahnya.

Pada saat aku kecil, orang tuaku sudah melakukan tatur, dan hingga saat ini, aku masih baik-baik saja.

Ada tiga hal penting yang aku pegang selama proses ini:

1. Pentingnya strong why.

2. Disiplin.

3. Konsisten.


Selamat menatur, gaess...



Merah Itu Aku

Cilacap, 13 Februari 2021


No comments:

Post a Comment