Pages

Sunday, June 20, 2021

Jurnal 2 Tahap Kupu-Kupu

Kejutaaannnn ...

Huehehe ...

Tahap Kupu-Kupu ini memang penuh dengan kejutan. Setelah pekan sebelumnya dikejutkan dengan program mentorship, pekan ini, kami dibuat lebih terkejut lagi. Kami, mentor dan mantee, diberi kesempatan untuk lebih saling mengenal dengan  menggunakan video call.



Awalnya, aku merasa sedikit panik karena "Hah? serius? Aku belum pernah bertemu dengan ketiga kupu-kupu ini, lho. nanti harus gimana? Harus ngomongin apaan?"

Katakanlah, aku memang beberapa kali berhubungan dengan Mba Erna, karena kami sama-sama di KLIP, aku pernah juga saling berhubungan untuk pesan buku, dan terakhir, kami saling memberi potluck di tahap sebelumnya. Namun, tetap saja kan ya ... ini video call. Saling bertatap muka meskipun hanya melalui layar beberapa inchi saja. Apalagi dengan kedua mantee-ku yang benar-benar baru berhubungan setelah program mentorship ini.

Tujuan dari kegiatan di pekan ini, diharapakan, para mantee dan mentor dapat lebih saling mengenal dan mengetahui, sudah sejauh mana kami melangkah dalam topik yang kami ambil di program mentorship ini. Kalau buat aku pribadi, aku ingin lebih dekat dengan mentor dan mantee karena kami akan banyak berinteraksi selama enam pekan ke depan.

Hari Selasa, kedua mantee-ku, Mba Arin dan Mba Mel setuju untuk melakukan video call hari Kamis. Mba Mel Kamis pagi dan Mba Arin Kamis sore.

Aku masih menimbang-nimbang untuk membuat jadwal dengan Mba Erna sebagai mentorku. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan sebelum dengan percaya diri menghubungi beliau. Akhirnya, Rabu pagi aku bertanya ke Mba Erna tentang kesediaannya untuk membuat VC. Mba Erna menawarkan jadwal sore itu, atau malam. Wow... secepat ituuuuhhh ... dan dengan pede-nya, aku menyetujui jadwal siang menjelang sore, hari itu juga.

Baiklah ... aku akan menceritakan perkenalan dengan video call, dengan urutan berdasarkan waktu kejadian.


Ngobrol Bareng Mba Erna

Setelah menyelesaikan beberapa hal dan mengirimkan pada Mba Erna, aku mempersiapkan diri. Rasanya degdegan banget.

Mendekati jadwal VC, Dek Lou mendadak minta pipis dan mandi. Iya, MANDI jam 2 siang, kurang dikit. Greget ga? Greget ga? Greget ga? Greget lah, masa enggak πŸ˜…. Makin degdegan lah aku. Akhirnya, aku minta izin ke Mba Erna untuk agak telat karena harus mengamankan situasi.

Meskipun kami berdua sudah berhubungan melalui wa, tetapi saat video call, kami memilih mencoba menggunakan FB. Hihi... ternyata bisa lho.

Dari 10-15 menit video call yang dikatakan Magika, ternyata kami bisa menghabiskan waktu satu jam lebih untuk ngobrol πŸ˜†. Kekhawatiran yang sempat menghantuiku, ternyata tyda terbukti, Saudara-Saudara. Ngobrol bareng Mba Erna serasa ngobrol bareng kawan lama. Kayaknya nyambung aja gitu.

Segala curhatanku, ditanggapi dengan masukan-masukan dari Mba Erna.

Aku banyak mendapat insight menulis dari Mba Erna. Sebagai penulis yang karyanya sudah terbit di penerbit mayor, Mba Erna sangat down to earth. Membuatku nyaman dan bahagia.

Melalui pembicaraan yang kami lakukan, akhirnya aku memutuskan untuk merevisi novel yang pernah aku buat di KBM, beberapa bulan yang lalu.

Aku setuju banget ketika Mba Erna mengibaratkan sebuah naskah sebagai anak. Jangan sampai naskah yang sudah kita buat terabaikan sebelum diselesaikan. Kapan selesainya? Tentu setelah naskah itu menjadi karya dan sampai ke tangan pembaca. Sungguh, aku langsung merinding denger kalimat itu.

Sebenarnya, aku masih kurang PD dengan naskahku yang lalu itu. Selain karena kurangnya riset, banyak plot hole, beberapa saat lalu, aku membaca sebuah novel yang ceritanya mirip dengan naskahku itu. Bedanya, novel itu jauh lebih rapi dan jelas risetnya enggak kaleng-kaleng.

Namun, aku teringat bahwa jangan sampai kita berhenti sebelum menyelesaikan apa yang sudah kita mulai. Aku juga teringat kata-kata Mba Deka, ide cerita bisa saja sama, tetapi pasti akan ada pembeda.

Setelah merenung beberapa hari, akhirnya aku satukan naskah-naskah yang terserak. Waktu aku baca, memang terlalu banyak hal yang perlu direvisi, tapi nanti saja aku revisi bersamaan dengan masukan dari Mba Erna.

Ternyata, naskah KBM-ku yang lalu, baru akan menuju konflik. Duh, ampun deh, memang kejar tayang itu enggak enak banget. Apalagi tanpa outline. Etapi, kata Mba Erna, tidak semua orang cocok dengan penulisan outline sebelum menulis. Sampai saat ini, aku belum tau masuk tipe penulis dengan outline atau bukan.

Pekan ini, aku menyerahkan sebagian naskah yang pernah aku buat untuk direview Mba Erna. Entah kejutan apa yang akan diberikan Magika untuk kami, tetapi aku berencana mematangkan outline supaya menjadi naskah utuh dan meminimalisir plot hole.


Ngobrol Bareng Mba Mel

Seperti saat bersama Mba Erna, kami melakukan video call menggunakan FB juga. Ini adalah kali pertama kami bertatap muka. Kenal juga baru tahap mentorship, tetapi mengejutkan bahwa kami bisa menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk ngobrol.

Mba Mel memilih macrame sebagai topik yang akan digeluti selama tahap kupu-kupu karena Mba Mel ingin merelease emosi dengan mengurai benang-benang yang dimilikinya. Peta belajar Mba Mel adalah tentang management emosi. Dengan macrame, Mba Mel ingin move on dari gulungan tali yang dimilikinya. Baiklah, topik macrame bisa dikatakan beririsan dengan peta belajar Mba Mel, berkenaan dengan managemen emosi 😁.

Mba Mel sudah punya basic dalam membuat hanging wall macrame. Kali ini, Mba Mel akan membuat hangging wall macrame dengan ukuran yang lebih besar, untuk menghabiskan tali yang dimiliki. Insya Allah, dalam enam pekan ke depan, kami berdua akan mewujudkannya.

Ada banyak hal yang ingin aku ceritakan tentang pertemuan tatap muka virtual kami. Kejutan demi kejutan yang terpampang nyata, membuat kami berdua merinding, degdegan, dan entah perasaan apalagi. Pernah enggak sih, kalian bertemu dengan seseorang yang tanpa disangka-sangak memiliki begitu banyak kesamaan? Mungkin kejadian itu ada, tetapi sangat kecil persentasenya. Dan itulah yang terjadi pada kami.

Dimulai dari menyadari usia anak pertama yang sama, kami mulai bertanya-tanya, apakah usia kami juga sama. Haha... penting ya, dan ternyata kami memang seumuran. Okay, tuaan aku setahun, tapi tidak mengurangi kebahagiaan kami πŸ˜†.

Persamaan kami tidak berhenti begitu saja. Ternyata, kami berdua sama-sama ibu dari tiga orang anak, dengan gender yang sama. Mba Mel memiliki tiga orang putri, sedangkan aku punya tiga orang putra πŸ˜‚πŸ˜‚.

Mari kita ungkap beberapa persamaan yang semakin bikin merinding. Ketiga anak kami, lahir di bulan yang sama. Bahkan, anak pertama dan kedua, lahir di tahun yang sama. Untuk anak ketiga, bulannya sama, tetapi tahunnya berbeda. Ya ampun, ya ampun ... bisa gitu banget ya πŸ˜‚πŸ˜‚. Apa-apaan ini πŸ˜…πŸ˜….

Ternyata lagi, kami sama-sama menikah dengan teman sekolah πŸ˜‚πŸ˜‚. Oh my oh my ...

Aku tau, bahwa tidak ada kebetulan yang terjadi di dunia ini tanpa seizin sang Pencipta. Namun, kesamaan ini benar-benar sesuatu yang di luar dugaan. Bahkan kami pun tidak menyangka bisa dipertemukan dalam tahap mentorship ini.

Ahya, saat video call pun, kami berdua sama-sama memakai hijab berwarna abu-abu. Padahal kami enggak janjian πŸ˜….

Kesamaan lain yang nyata-nyata menyedihkan, kami berdua baru saja kehilangan ayah dengan sebab yang sama. Ayah Mba Mel berpulang bulan Desember tahun lalu, dan aku baru kehilangan Bapak bulan Februari tahun ini πŸ₯ΊπŸ₯Ί.

Banyaknya persamaan yang kami miliki, membuat obrolan kami tidak ada habisnya. Banyak hal yang kami bicarakan, bahkan sampai akhirnya, aku mengetahui bahwa Mba Mel adalah sekretaris regional Balikpapan. Wow ... wow ... pantas saja obrolan seputar komunitas begitu nyambung dengan Mba Mel.

Obrolan pun bergulir menjadi kegiatan komunitas regional dan 3rum (Rumbel, Rumin, dan Rumba). Haha ... kami berdua memang serandom itu dan pembahasannya seseru itu.


Ngobrol Bareng Mba Arin

NAh, Mba Arin ini tampaknya yang paling kalem dan on track ya. Dari obrolan kami, Mba Arin ini paling to the point. Namun begitu, Mba Arin adalah orang pertama yang chatnya paling rame. Hehe ... kadang memang ada pribadi yang lebih nyaman bertegur sapa melalui jari jemari dibanding dengan bertatap muka secara langsung.

Mba Arin sudah pernah membuat karya macrame berupa hanging plant. Jadi, Mba Arin memang sudah menguasai beberapa jenis ikatan.

Rencana Mba Arin adalah membuat wall hanging macrame. Pada pekan ini, kami belum membuat rencana enam pekan ke depan. Kami akan mengikuti arahan Magika dengan segala kejutannya.

Kami sepakat bahwa ketika ada step yang perlu didiskusikan, maka akan langsung ditanyakan saja. 

Kemarin, kami sudah berdiskusi tentang bagaimana menghitung panjang tali agar tidak banyak yang terbuang.

Semangat ya, Mba Arin πŸ’ͺ.


Ada kesamaan antara aku dan mentor beserta para mantee. Ternyata kami sama-sama ibu dari tiga orang anak πŸ˜†πŸ˜†. Duh, kenapa jadi cocoklogi begini ya πŸ˜‚.

Ah, terima kasih kepada tahap kupu-kupu yang mempertemukanku dengan semua kupu-kupu muda hebat ini 😍😍.


Merah Itu Aku

Jogja, 20 Juni 2021



No comments:

Post a Comment