Pages

Friday, June 26, 2020

Mendoan

Mendoan merupakan makanan khas daerah Banyumas dan sekitarnya. Iya, dan sekitarnya karena ternyata di Cilacap, mendoan juga merupakan makanan khas. Meskipun saat ini mendoan bisa diperoleh di hampir banyak kota, namun rasa mendoan di Cilacap begitu ngengeni 😁.

Sebagai orang yang sama-sama lahir dan besar di Cilacap, aku dan Mr. Right merupakan penikmat mendoan. Tapi kami berbeda style dalam memakan mendoan. Mr. Right merupakan tim sambal kecap, sedangkan aku tim cabe cigit. Eh, aku malah baru tau kalo mendoan bisa dimakan bareng sambal kecap setelah menikah dengan Mr. Right lho. Selama ini, aku taunya makan mendoan ya pake cabe aja.
FYI, cabe cigit dikenal sebagai cabe lalap (kata Pak Sayur langganan).

Mencari tempe untuk bikin mendoan di Jogja susah banget. Sekalinya nemu dan beli di warung deket sekolah anak-anak, ternyata berbeda dengan yang ada di Cilacap. Ciri tempe untuk membuat mendoan adalah tipiiiiiss dan lebar. Kalo di Cilacap, biasanya 1 bungkus bisa berisi 2 sampai 4 lembar tempe. Di antara tempe, diberi daun pisang. Malah pernah aku jumpai ada yang isinya sampai 6 tempe. Banyak banget ya...

Akhirnya, aku sering dibawain tempe untuk mendoan dari Cilacap. Kalau orang tua atau mertua dateng, biasanya bawain tempe untuk bikin mendoan. 

Mendoan artinya setengah matang. Jadi, kalo goreng mendoan, yang bener itu belom mateng sempurna. Tapi karena Mr. Right sukanya yang kriuk-kriuk, aku kalo bikin mendoan sampe mateng banget 🀣🀣. 

Mendoan buatanku ga seenak yang dijual di warung-warung mendoan di Cilacap. Tapi tetep favorit Mr. Right πŸ˜‚ (kalo ga favorit, besok-besok ga mau masak mendoan lagi 🀧😌). Kalo ga dapet tempe import dari Cilacap, aku pake tempe yang bungkusan panjang, trus dipotong tipis-tipis.


Mendoan dan sambal kecap.

Resep mendoan:
Bahan:
- Tempe (aku pake tempe panjang dan diiris tipis)
- Daun bawang iris tipis
- Tepung terigu
- Tepung beras
- Air
- Minyak goreng

Bumbu halus:
- Bawang putih
- Kemiri
- Ketumbar
- Kunyit 
- Garam

Bahan sambal kecap:
- Cabai iris tipis
- Tomat iris dadu
- Bawang goreng
- Kecap manis

(Takaran sesuai perasaan 😁)

Cara pembuatan:
1. Campur bumbu halus, daun bawang, tepung terigu, dan tepung beras. Tambahkan air hingga kekentalan yang diinginkan.
2. Panaskan minyak goreng.
3. Masukkan tempe pada adonan tepung.
4. Kecilkan api kompor, masak tempe dalam minyak panas. Masak hingga kematangan yang diinginkan.
5. Buat sambal kecap dengan mencampurkan semua bahan.
6. Sajikan mendoan hangat dengan sambal kecap.

Selamat mencoba 😘


Merah Itu Aku
Jogja, 26 Juni 2020

Wednesday, June 24, 2020

Grup Keluarga

Sejatinya, pembentukan sebuah grup keluarga, entah menggunakan platform apapun, bertujuan untuk menyambung tali silaturahmi. Karena biasanya member grup keluarga tidak lebih dari 200-an orang, kebanyakan menggunakan whatsapp group (WAG). Pemilihan WAG juga karena hampir semua orang merupakan pengguna whatsapp. 

Coba kalian lihat, ada berapa WAG keluarga yang kalian ikuti? Kalau aku, ada lima. Haha... mungkin ada yang lebih banyak lagi ya... etapi ternyata ada juga lho grup keluarga yang ga aku ikuti. Mungkin karena aku merupakan cucu kesekian. Tak jadi soal 😁. Karena masuk di grup keluarga, kita harus siap dengan segala keriuhan di dalamnya.

Grup paling sedikit membernya adalah keluarga dari bapak ibu. Isinya cuma aku dan kakak adek, bersama suami atau istri. Mungkin akan bertambah ketika anak-anak dan keponakan bertambah besar. 
Grup keluarga inti Mr. Right malah lebih mini. Isinya cuma bersama para ipar, tanpa ada mamah dan bapak mertua 😁.
Jumlah member meningkat pada grup Bani Syatibi (anak keturunan mbah, orang tua ibu). Kemudian semakin banyak di grup mba buyut.
Percaya atau tidak, ada grup mbah sendiri dan mbah buyut sendiri. Member grup mbah, masuk juga di grup mbah buyut πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†. Duhduh... yang makin bikin heran, kedua grup itu aktif 😁.

Grup keluarga memang tempat untuk mempererat tali silaturahmi. Namun, terkadang ada saja masalah yang menyertai. Tips untuk bertahan di grup keluarga super besar hanya SATU: NO BAPER.

Beberapa keadaan yang lazim terjadi di grup keluarga:

1. Bertemu banyak orang dengan sifat yang beragam.
Haha... semakin banyak member grup, maka akan semakin beragam sifat dan tingkah lakunya. Ada yang jarinya lemes banget, pedes, ga ada perasaan, lebay, suka curhat, dkk, dll, dsb 🀣🀣.
Sementara itu, kalo tiba-tiba keluar dari grup, bisa-bisa dibilang durhaka πŸ˜‚πŸ˜‚. Paling aman memang ga baper, kadang muncul, kadang diem di pojokan.

Tapi kalo jumlah member keluarga ga terlalu besar, biasanya ga terlalu banyak masalah. Karena biasanya, kita sudah lebih mengenal satu sama lain.

2. Banyak hoax yang bertebaran
Ini kebanyakan disebar sama kesepuhan. Gamang banget mau komennya. Mau dikasih tau khawatir tersinggung, dibiarin kok menyesatkan.

Kalo aku, biasanya japri ke orang terdekat. Tapi kalo udah deket banget, langsung japri ke beliau nya. Seringnya sih biarin aja sampe ada saudara lain yang ngasih tau. Atau pura-pura ga baca biar aman πŸ˜‚πŸ˜‚. *jangan ditiru

3. Mendapat info terupdate tentang pernikahan, kelahiran, orang sakit, maupun kematian saudara.
Nah, ini privilege dari member grup keluarga. Selalu mendapat berita terkini. Dan tujuan mempererat tali silaturahmi pun tercapai.

Selamat mempererat tali silaturahmi di grup keluarga yaaaa... πŸ€—πŸ€—πŸ€—

Kalo kamu, berapa jumlah grup keluarga yang ada di henpon?


Merah Itu Aku
Jogja, 24 Juni 2020


Tuesday, June 23, 2020

5 Tips Mendongkrak Mood Saat di Rumah Saja

Aku sudah tidak lagi menghitung berapa lama kami di rumah saja. Memang sih beberapa kali tetap keluar rumah agak jauh kalo kepaksa. Perasaan di rumah aja sebenernya tidak terlalu menggangguku. Aku kan emang orangnya rumahan bangetπŸ˜†. Tapi anak-anak yang biasa ke sekolah, biasa main sama temen, biasa ke mana-mana dengan bebas, mulai bertingkah. Itulah yang bikin suasana hati emak di rumah aja jadi merosot drastis 🀧.

Beberapa kegiatan di rumah aja yang aku lakukan sebagai moodbooster :

1. Renovasi dapur
Ecieee...gaya bener bahasanya renovasi. Padahal cuma merubah suasana dapur biar rajin masak. Hihi... selama anak-anak SFH, kuantitas memasak mengalami peningkatan. Ga nyampe lima kali sehari sih macam emak-emak rajin di luar sana. Tapi lebih sering ngedapur dibanding sebelum anak-anak SFH. 

Bukan renovasi beneran ya... Aku cuma pasang wallpaper, ganti model keset, pasang tirai kolong (yang udah lama jadi wacana πŸ˜‚), dan geser-geser pernak pernik perdapuran. Oh iya, kecentilanku di dapur juga termasuk pasang stiker kulkas biar kece kayak punya selebgram-selegram ituh 😌.



Abaikan model yang nangkring sambil cuci tanganπŸ˜‚
Make over kulkas atas nama kewarasan πŸ˜†

2. Membuat macrame wall hanging
Kegiatan selanjutnya adalah mainan tali temali. Saking gabutnya, aku bikin macrame wall hanging yang besar. Memang belom melampaui tingkat kesulitan, keribetan, dan kepegelan membuat tirai macrame. Tapi ini menjadi hasil karya macrame yang kedua, yang berhasil nangkring di ruang pamer rumah a.k.a ruang tamu.


Uwuuuu

3. Beberes mainan anak-anak
Sebagai orang yang pernah agak perfeksionis, aku sering membuat standar yang terlalu tinggi untuk kerapian mainan. Sudah terbukti gagal pada penyimpanan lego. Aku menyerah kalah tidak bisa mempertahankan penyimpanan dengan pemisahan lego berdasarkan warna dan bentuk. Pada akhirnya, aku masukkan semua lego ke dalam sebuah kotak tanpa dipisahkan berdasarkan apapun.
Ternyata kegagalan pada penyimpanan lego, diikuti dengan penyimpanan mainan jenis lain. Atas dasar standar yang tinggi, aku pisahkan mainan berdasarkan jenis permainannya. Aku susun rapi dan memberikan penjelasan kepada anak-anak tentang tata cara penyimpanan mainan. Sama seperti prinsip penyimpanan lego yang terdahulu, tujuannya untuk mempermudah mereka dalam mencari mainan. Tapi sama juga seperti nasip lego, akhirnya aku masukkan ke dalam satu kotak besar untuk mainan.

Kegagalannya sama. Anak-anak ga mengembalikkan mainan ke dalam kotak yang tepat. Buat mereka, kalo membereskan mainan, yang penting semua mainan masuk kotak. Tak peduli mainan mana yang masuk kotak mana. Akhirnya saat mencari mainan, mereka kesulitan. Dan aku, sebagai emak yang pernah agak perfeksionis ini, sungguh amat selalu gatel pengen balikin mainan ke dalam kotak yang tepat. Kesel kan... 😌.

Kebayang gimana berantakannya rumah tiap hari karena mereka bongkar semua kotak mainan. Apalagi di rumah terus yekan... mereka mau ngapain lagi kalo ga bongkarin semuanya.

Dan tau ga, setelah aku jadikan satu dalam sebuah kotak besar, mereka jarang bongkar mainan lagi karena repot cari-carinya 🀣🀣🀣. Yaiyalaaahhh...
Biarlah aku jadikan satu aja. Biar kalo mereka bongkar lagi, mereka beresinnya gampang. Tinggal cemplung-cemplung. Dan aku ga perlu sakit kepala ketika melihat ada mainan yang salah masuk kotak πŸ˜‚.

4. Sortir baju anak-anak
Baru menyadari kalo anak-anak udah makin tinggi. Baju-bajunya sudah menuju kekecilan. Mr. Right udah bawel aja komentar baju dan celana para kakak yang makin kecil. Akhirnya kami singkirkan baju-baju kekecilan itu. Dan lemari kakak-kakak jadi kosong 🀣🀣.

Puas ya... mengurangi intensitas mengomel karena baju relatif lebih rapi dan anak-anak gampang menemukan baju yang dimaksud.

5. Beberes meja kerja
Nah..ini penting banget buat moodbooster. SFH memang membuat perhatianku pada crafting table sedikit teralihkan. Jadi, sudah banyak benda asing yang hinggap di atas meja kerjaku. Udah mulai bikin kesel karena kalo mau pake mesin jahit kurang nyaman dengan barang berceceran. Setelah rapih, aku siap mojok di crafting table 😌.
Istilah Crafting table didapet dari anak-anak yang lagi hobi nonton minecraft. Nonton ya..bukan ngegames 🀣🀣.


Huehuehehe.. ternyata moodbooster ku ga jauh-jauh dari beberes dan craftingπŸ˜„πŸ˜„.



Merah Itu Aku
Jogja, 23 Juni 2020

Sunday, June 21, 2020

Mencoba Kefemesan Bersepeda Saat Pandemi

Sabtu dan Minggu pagi, biasanya jadwal Kakak Zidan gowes bareng Mr. Right dan Dek Lou. Dek Lou dibonceng Mr. Right, sedangkan Kakak Zidan naik sepeda sendiri. 
Sementara mereka gowes, aku dan Kakak Athar jalan mix jogging dengan jalur berbeda (yaiyalah).


Bersepeda dengan mengikuti protokol kesehatan (pake masker)

Pagi tadi, Kakak Zidan males-malesan aja gitu waktu disuruh siap-siap gowes. Aku yang udah mau berangkat jogging jadi keidean buat gowes bareng Mr. Right dan Dek Lou, memakai sepeda Kakak Zidan. Dengan rela dan ikhlas, Kakak Zidan memperbolehkanku memakai sepedanya. 
"Gapapa... sekali-kali Bunda pake sepedaku. Kasian," begitu katanya saat melepaskan sepedanya πŸ˜….

Maka pagi tadi, berbekal sepeda dan helm pinjaman, aku merasakan menjadi salah satu goweser yang menggelinding di atas jalanan Jogja. Untuk pertama kalinya sejak 24 tahun yang lalu, aku naik sepeda untuk jarak yang lumayan jauh. Menurut alat ukur jarak tempuh Mr. Right, jalur yang tadi kami lalui mencapai 7 km.

Separuh jalur gowes kami berupa tanjakan, dan separuh sisanya adalah turunan. Jadi inget paribahasa 


Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian

Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian

Setelah nyaris tidak bisa merasakan kakiku karena ternyata bersepeda di tanjakan begitu melelahkan, akhirnya jalur yang kami tempuh menurun juga. Yang tanpa perlu susah payah menggowes pun, sepeda sudah meluncur dengan cepat πŸ˜….

Kata Mr. Right, jalur yang kami tempuh adalah jalur yang biasa dilalui bersama Kakak Zidan tiap weekend. Wow...si kakak hebat sekali ternyata 😁.

Sepanjang perjalanan, kami bertemu dengan goweser lain. Dan mereka lebih kenceng jalannya. Ini cuma masalah jam terbang kok πŸ˜…. Aku udah ngos-ngosan banget di tanjakan yang cuma dicengirin aja sama Mr. Right.
"Baru juga segini, Bun," ngeselin ya kalimat pembakar semangatnya.

Tapi tentu aja aku ga bakalan minta balik di tengah-tengah perjalanan. Gengsi 🀣🀣🀣. Dan aku mengakui kalo gowes emang olahraga beneran deh. Haha... pantesan aja tiap pulang gowes, Mr. Right bisa mandi keringet. 

Ada beberapa catatan yang perlu aku perhatikan kalo mau ikutan gowes lagi. 

1. Pake celana yang bawahnya ada karetnya.
Tadi pagi, aku pake celana olahraga dengan model lurus. Beberapa kali ujung celana nyangkut di gear rantai. 

2. Pinjem celana berpadding punya Mr. Right.
Celana berpadding adalah celana gowes yang memiliki empuk-empuk di bagian pantat. Karena memang ya..sepedaan ini bikin pantat sakit. Meskipun ga sesakit yang aku bayangkan sebelumnya sih...
Iya..pinjem ajalah.. belom perlu beli. Lagian Mr. Right punya banyak. Gpp kalo aku culik satu biji seminggu sekali🀣.

3. Latihan ganti gigi.
Sepedaku 24 tahun yang lalu adalah sepeda mini merek phonix, berwarna hitam, memiliki boncengan di belakang, dan sebuah keranjang di bagian depan. Jadi, aku benar-benar tidak familier dengan sepeda dengan pilihan gigi. Padahal itu sangat membantu dalam melewati medan pergowesan. Seperti saat menanjak, sebaiknya pake setelan gigi yang enteng biar ga perlu mengerahkan energi berlebih buat gowes. Meskipun seenteng-entengnya gowes ditanjakan tetep berpeluh-peluh jugaπŸ₯΅πŸ₯΅.
Karena aku belum terbiasa, maka aku selalu khawatir ganti gigi. Takut jatoh 🀣🀣🀣. Haha... aku feel so old.

Sementara bikin tiga catatan ini dulu. Mungkin kalo kepikiran yang lain, bakalan aku tambahkan di lain waktu 😁.

Apakah setelah merasakan gowes aku langsung jatuh hati padanya? Tentu tidak, Matilda... aku masih akan kembali jogging besok. Mungkin akan gowes lagi seminggu sekali. Atau entahlah... hihi... 

Buat temen-temen yang hobi gowes, semangat berolahraga ya... tetap patuhi protokol kesehatan. Jangan bergerombol. Salam sehat 🚴‍♀️🚴‍♀️🚴‍♀️.


Merah Itu Aku
Jogja, 21 Juni 2020

Saturday, June 20, 2020

Sepeda(an)

Beberapa minggu yang lalu, Mr. Right membelikan Kakak Zidan sepeda baru. Mereka beli berdua aja. Secara kami masih belom berencana keluar rumah rombongan ke mana-mana sementara ini. 

Mereka keluar rumah lama banget. Ternyata toko sepedanya jauh banget dari rumah dan di sana rame banget. Bukan cuma rame. Tapi rame banget. Makanya selain perjalanan lama karena jauh, juga harus nunggu sepeda lumayan lama juga. 

Duduknya jauh-jauhan dong?
Kata Mr. Right,  ga ada tempat duduk, ga ada physical distancing, rame banget.
Seketika itu juga, aku merasa horor. Padahal saat itu belum masuk new normal dan masih banyak wilayah Jogja yang masuk zona merah.

Fenomena bersepeda di masa pandemi seperti ini memang mengusik rasa penasaran. Dari cerita Mr. Right yang menggambarkan toko sepeda rame, kemudian dari berita yang mengabarkan bahwa tukang sepeda sampe kehabisan stok, membuatku terheran-heran. Apa sih hubungannya masa pandemi dengan sepeda?

Kemudian aku melakukan diskusi tak berfaedah dengan Mr. Right yang ujung-ujungnya bikin kami kesel karena aku ga nerima penjelasan Mr Right, sedangkan Mr. Right merasa bahwa aku ga ngerti-ngerti juga 🀧🀣🀣.

Menurut Mr Right, pemilihan bersepeda di masa pandemi, disebabkan oleh beberapa hal (disertai kengeyelanku yang bikin Mr. Right kesel 🀣):

1. Orang-orang sudah bosan di rumah saja.
Lah, kan emang masa pandemi gini, kita disuruh di rumah aja. Kalo pengen pergi keluar ya pake kendaraan yang udah ada di rumah. Kenapa harus beli sepeda?

2. Orang-orang butuh olahraga.
Dibilang disuruh di rumah aja ya olahraga di rumah. Kenapa yang laris itu sepeda, bukan treadmill atau sepeda statis gitu?

3. Orang-orang perlu keluar rumah.
Dibilangin di rumah aja kok masih pengen-pengen keluar rumah juga.

4. Sepeda adalah pilihan keluar rumah sekaligus olahraga. 
Jogging juga olahraga keluar rumah.
Mr. Right says: Tapi ga bisa jauh. Kalo naik sepeda bisa jauh.
Aku: kalo mau jauh, kenapa ga naik motor aja?
Mr. Right: orang itu butuh olah raga juga
Aku: aku ga ngerti deh. Kalo mau olahraga ya udah jogging aja. Kalo mau pergi jauh, tinggal naik motor. Kenapa harus beli sepeda?

5. Sepeda merupakan alat transportasi sekaligus olahraga yang relatif murah dan terjangkau.
Kalo di rumah udah ada alat transportasi, kenapa harus melakukan pengadaan dengan beli sepeda baru? Itu yang ga aku ngerti.

*poin 5 sih ada pengecualian buat sepeda yang harganya bisa lebih mahal dari motor ya πŸ₯΄.

Mr. Right sampai nyuruh aku nyobain sepedaan biar aku tau gimana enaknya bersepeda. Mungkin memang fenomena bersepeda hanya dimengerti oleh orang yang suka keluar rumah. 


Merah Itu Aku
Jogja, 20 Juni 2020

Thursday, June 18, 2020

Panggil Tukang

Mempunyai seorang bapak yang multitalenta, membuatku tidak terbiasa dengan memanggil tukang untuk memperbaiki 'kekacauan' yang biasa terjadi di rumah. Kekacauan yang dimaksud misalnya kran air bocor, gangguan lampu, gangguan antena televisi, atap bocor, dkk. Biasanya semua itu bisa ditangani oleh bapak seorang diri.

Setelah aku merantau, banyak hal yang akhirnya aku selesaikan sendiri tanpa memanggil tukang. Saat kos, aku beberapa kali memperbaiki pintu. Pun saat aku sudah punya hunian sendiri. Kok ya Qodarullah aku sempat LDM sama Mr. Right. Jadi aku semakin-semakin melakukan apa-apa sendiri. Kecuali sih memang kalo permasalahan yang butuh diselesaikan oleh ahlinya ahli ya.. mau tidak mau, kami memang panggil tukang.

Waktu aku pindah ke Jogja, menyelesaikan permasalahan remeh temeh kerumahtanggaan aku lakukan sendiri. Ya, aku masih LDM sama Mr. Right. Eh, kok lagi-lagi, keadaan menuntutku untuk begitu. Warung depan komplek rumah yang jualan sembako adalah seorang ibu dan seorang nenek. Praktis ga mungkin minta tolong angkat galon atau gas. 
Untuk mengatasi permasalahan angkat galon dan gas, aku diberi senjata berupa troli. Beli di supermarket yang mungkin mempunyai fungsi untuk membawa koper. Yah, apapun lah yang penting aku gampang ngangkut galon dan gas dari warung ke rumah. Angkat galon ke dispenser? Bolak balik aku lakukan. Begitu pula urusan pasang gas. 
Etapi sekarang Mr. Right udah di rumah. Jadi urusan galon, aku serahkan sepenuhnya padanya. Kalo gas, kadang urus sendiri, kadang diurus Mr. Right. Tergantung keberadaan dia 😁. Aku yang awalnya takut banget pasang gas, sekarang udah berani.
Haha..jadi inget waktu beberapa bulan setelah resign, aku sempat ikut Mr. Right ke Pontianak. Kalo mau pasang gas, aku nunggu Mr. Right pulang. Malah pernah pas jam kantor, aku minta dia pulang hanya untuk pasang gas. Istimewa πŸ˜†πŸ˜†πŸ˜†. Emang kok kalo bareng-bareng jadi manja 😌.

Beberapa hari ini, aku kesel banget gara-gara lampu kamar mati. Udah diganti lampu baru, tapi masih aja belum berhasil hidup. Aku males banget disuruh panggil tukang listrik. Masalahnya, lokasi itu ada di kamar. Padahal kalo tukang ac yang bersihin ac kamar, aku ga masalah. Tapi giliran lampu kamar, aku enggan setengah mati buat panggil tukang. Karena buatku, urusan lampu mestinya ga perlu panggil ahlinya ahli πŸ˜†πŸ˜†. Meskipun untuk kasus-kasus tertentu, ada juga yang butuh tukang listrik. 
Masalah yang kedua, lampu kamar ini bukan pertama kalinya bermasalah. Aku jadi kepikiran untuk pasang lampu di tembok. Biar aku bisa ganti sendiri kalo suatu saat mati. Atap kamar tempat lampu itu bersemayam, sungguh sangat tinggi. Mr. Right yang udah kayak galah pete aja sampe harus nangkring di tangga paling atas 🀧. Dan kalo pake tongkat pemutar lampu, jenis rumah lampu di sini ga compatible. Jadinya ya udah, aku pikir paling oke kalo lampu diganti yang nempel di tembok aja.

Kadang aku pikir, kemandirian itu bisa saja merepotkan diri sendiri. Tapi kata hati tak dapat ditolak. Rasanya sungguh tak ingin mencari bantuan. Padahal tidak mengapa kita sekali-kali meminta bantuan orang lain. Kita tidak mungkin menjadi ahli dalam segala hal, bukan?


Merah Itu Aku
Jogja, 18 Juni 2020

Wednesday, June 17, 2020

Buntil

Tadi pagi, aku jalan pagi bareng anak-anak. Mumpung anak-anak mau ikutan jalan pagi, aku ajakin nyari sarapan. Alhamdulillah kami berhasil ketemu lapak jualan sarapan meskipun jalannya lumayan jauh juga πŸ˜†πŸ˜†.

Kami pilih-pilih beberapa jajanan dan beli empat bungkus nasi kuning. Semuanya dibungkus buat dibawa pulang. Dan yang bikin happy, aku bertemu dengan buntil. Tau buntil ga?

Buntil adalah makanan khas Jawa yang terbuat dari adonan kelapa parut dengan campuran bumbu dan cabai, yang dibungkus oleh daun, dan dimasak dengan cara direbus dalam santan. Daunnya bisa menggunakan daun lumbu (talas), daun singkong, atau daun pepaya. Bentuknya bulet berlapis-lapis. Biasanya diikat dengan tali bambu. Kadang ada terinya. Dan buntil yang tadi aku beli malah ada dagingnya secuil 😁.

Jaman dulu, ibu suka beli buntil. Buntil yang biasa ibu beli dan yang aku suka adalah buntil dengan balutan daun lumbu. Rasanya lembut. Beda dengan daun singkong atau daun pepaya.

Penampakan buntil yang tadi pagi aku beli

Foto di atas adalah buntil yang aku beli tadi pagi. Terbuat dari daun lumbu dan ada bonus daging secuil. Aku girang banget karena udah lama ga makan buntil dan ini asli enak πŸ˜†. Masakan Jogja biasanya cenderung manis. Tapi buntil yang tadi aku makan, rasanya pas, tidak terlalu manis. Pokoknya juara banget πŸ˜‹.

Dikutip dari Data Komposisi Pangan Indonesia http://www.panganku.org, berikut informasi  dan nilai pangan buntil daun talas:


Informasi Pangan

Kode: DP028
Nama: Buntil daun talas
Nama Latin: -
Asal: Jawa
Kelompok: Sayuran
Tipe: Olahan (Processed)
Deskripsi: Bahan dasar terdiri dari daun talas, kelapa parut, dan ikan teri. Direbus dengan santan.


Komposisi Gizi Pangan  

Komposisi gizi pangan dihitung per 100 g, dengan Berat Dapat Dimakan (BDD) 100 %

Air (Water) : 74.5 g
Energi (Energy) : 141 Kal
Protein (Protein) : 4.4 g
Lemak (Fat) : 10.2 g
Karbohidrat (CHO) : 8.0 g
Serat (Fibre) : 1.8 g
Abu (ASH) : 3.0 g

Kalsium (Ca) : 149 mg
Fosfor (P) : 121 mg
Besi (Fe) : 14.5 mg

Retinol (Vit. A) : 13 mcg
Karoten Total (Re) : 8,610 mcg
Thiamin (Vit. B1) : 0.25 mg
Vitamin C (Vit. C) : 1 mg

Semoga bermanfaat ya buat temen-temen yang suka menghitung kalori sebelum makan 😁


Merah Itu Aku
Jogja, 17 Juni 2020

Sunday, June 14, 2020

Belajar Naik Sepeda

Sebentar lagi Kakak Athar 8 tahun tapi dia belum bisa naik sepeda roda dua. Khawatir? Engga... khawatirnya udah pernah waktu Kakak Zidan juga belum bisa naik sepeda dulu 😁. Entah khawatir ke anaknya atau karena jiwa kompetitif emak-emak yang bergejolak saat anak-anak seusianya udah jago banget naik sepeda roda dua.

Dulu, aku sempat menyalahkan Mr. Right gegara Kakak Zidan belum bisa naik sepeda. Seharusnya, yang ngajarin anak naik sepeda itu ayahnya. Jadi, kalo sampe Kakak Zidan belom bisa naik sepeda sampe segede itu, berarti salah ayahnya yang ga ngajarin. Apalagi saat itu, aku dan Mr. Right masih LDM. Haha... aku ga nyantai blas πŸ˜…πŸ˜…

Memang masing-masing anak berbeda. Aku tahu dan  kekhawatiran itu tidak aku tunjukkan ke Kakak Zidan saat itu. Sempat curhat sama temen yang anaknya seusia Kakak Zidan. Kemudian dia bilang, "Kalo ga ada hambatan dalam perkembangan motorik, setiap anak akan bisa naik sepeda."
Pun ketika eyangnya tahu bahwa cucu pertamanya belum bisa naik sepeda, beliau cuma bilang, "Nanti juga bisa... sekarang belum pengen aja anaknya."
Oh bhaique...kedua kalimat itu sangat menenangkan. Jadi, meskipun ada kalimat-kalimat senada dengan "Kok belum bisa naik sepeda roda dua sih?" sudah berkali-kali aku dengar, dapat aku abaikan saja 🀣🀣.

Suatu hari, aku menemukan artikel bagus banget tentang "mengajari anak naik sepeda" dengan klaim sekian jam berhasil 😁. Dan akhirnya aku dan Mr. Right mempraktekkannya terhadap Kakak Zidan. Yang kami lakukan tidak sama persis dengan artikel tersebut. Tapi sebagian besar mengadopsi cara di artikel itu. Karena sudah lama dan ga simpan artikelnya, maka aku ga cantumkan sumbernya di sini. Yang jelas, cara ini aku adopsi dari suatu artikel yang aku baca di media sosial. Kalau ada yang pernah baca dan tahu sumbernya, feel free untuk share di komentar ya 😘.

Inti dari naik sepeda roda dua adalah menemukan titik keseimbangan. Setelah anak menemukan titik keseimbangan, maka naik sepeda roda dua, bukan lagi harapan kosongπŸ˜…. Dan aku baru menyadari bahwa balancing bike atau push bike sangat membantu anak untuk bisa menemukan titik keseimbangan, yang mana menjadi dasar dalam naik sepeda roda dua. 

Cara mengajari anak naik sepeda roda dua:
1. Lepas pedal. Tujuannya agar kaki anak tidak terganggu/terluka dengan adanya pedal. Jadi kayak balancing/push bike kan ya 😁. 
2. Atur sadel (dudukan) sepeda hingga ketika anak duduk, kaki bisa menyentuh tanah.
3. Cari jalanan yang menurun landai, jangan terlalu curam.
4. Dudukkan anak di sepeda, dorong di jalanan yang menurun. Lepaskan, biarkan sepeda berjalan dengan bantuan jalanan yang menurun tadi.
5. Ulangi perjalanan menurun hingga anak menemukan titik keseimbangan.
6. Setelah anak berhasil menjaga keseimbangan di jalanan menurun, lakukan menjalankan sepeda di jalan yang datar. Biarkan anak mendorong sepeda dengan bantuan kakinya, sambil tetap duduk di sadel. Prinsipnya sama seperti menaiki balancing/push bike.
7. Jika sudah bisa meluncur dalam jarak yang cukup jauh, pasang kembali pedal. 
8. Tara... sang anak sudah bisa mengendarai sepeda roda dua 😁😁.

Aku tidak ingat berapa lama total Kakak Zidan melakukan cara itu sampai berhasil naik sepeda roda dua. Tapi yang aku inget, cukup cepat. Alhamdulillah, jalanan depan rumah memang menurun. Jadi ga perlu cari lokasi yang cocok untuk latihan sepeda dengan cara ini. Untuk latihan jalanan datar, Kakak Zidan pindah ke lapangan deket rumah. Oh iya, untuk latihan di jalan menurun, orang tua harus persiapkan energi untuk mendorong sepda kembali ke atas πŸ˜†.

Kembali ke Kakak Athar. Sampai saat ini, dia belum mau latihan naik sepeda roda dua. Aku sudah siapkan sepeda untuk latihan. Tinggal tunggu dia mau latihan sambil sering dipanas-panasin ngliat kami sepedaan. Semoga dia tergerak hatinya untuk latihan sepeda roda dua supaya kita bisa sepedaan bareng-bareng 😁😁.

Merah Itu Aku
Jogja, 14 Juni 2020




Wednesday, June 10, 2020

Hadiah

Memberi hadiah kepada sesorang merupakan sunnah. Hadiah tidak selalu berupa kado. Dan hadiah juga tidak selalu identik dengan ulang tahun.

Aku bukan termasuk orang yang menganggap bahwa ulang tahun merupakan sesuatu yang harus dirayakan dengan pesta. Kalau bisa, pas ulang tahun ga usah ngapa-ngapain πŸ˜†. Pada dasarnya, aku memang tidak begitu suka menjadi pusat perhatian #ehGR.

Ya begitulah... aku punya kenangan buruk dengan perayaan ulang tahun. Jaman aku kecil, jantungku terasa deg-degan saat harus menghadiri pesta ulang tahun teman. Paling ga suka bagian games. Aku takut disuruh maju ke depan buat nyanyi. Dan trauma itu, terbawa sampai sekarang. Aku ga suka pesta ulang tahun.

Kembali ke hadiah. Hadiah artinya pemberian. Bentuknya dapat berupa apa pun. Dapat diberikan kapan pun. Ga perlu nunggu yang bersangkutan ulang tahun πŸ˜†. 

Kita dianjurkan untuk saling memberi hadiah. Bahkan ada hadis tentang memberi hadiah.


“Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)


Ada beberapa kebaikan dalam memberi hadiah:

1. Sebagai bentuk perhatian
Untuk pribadi-pribadi yang sulit mengucapkan kata-kata indah, pemberian hadiah bisa mewakili perhatian kepada seseorang. Para suami yang ga bisa banget berkata-kata romantis, bisa lah diganti dengan sering-sering memberi hadiah untuk istrinya 😁. #kodekeras

2. Membahagiakan orang lain
Siapa sih yang ga bahagia diberi hadiah? Membuat orang lain bahagia adalah perbuatan baik dan berpahala. Cari tahu kesukaan orang yang akan kita beri hadiah agar semakin menambah kebahagiaannya.

3. Mempererat hubungan
Setelah merasa diperhatikan, kemudian menjadi bahagia, maka tak ayal hubungan kita dengan orang yang diberi hadiah akan semakin erat. Kalau kamu merasa punya hubungan yang kurang harmonis dengan seseorang, ayo kunjungi dia dengan membawakan hadiah. Etapi mengunjunginya nunggu kondisi membaik dulu ya.. kalau untuk saat ini, pemberian hadiah bisa dikirim lewat kurir, silaturahmi dilakukan secara daring 😁.


Kita hendaknya menerima hadiah yang diberikan tanpa melihat nilai atau jumlahnya. Namun, ada hadiah yang tidak boleh kita terima:

1. Jika hadiah itu dimaksudkan sebagai sogokan atau suap.
2. Hadiah merupakan barang haram. Baik makanan atau minuman haram, maupun barang yang diperoleh dengan cara yang tidak baik (misalnya barang hasil curian).


Kalau kita diberi hadiah, sebaiknya kita membalas dengan memberikan hadiah juga. Tapi jika tidak bisa, maka balaslah dengan memberi doa yang baik kepada yang memberi hadiah.

Selamat saling memberi hadiah 😘😘


Merah Itu Aku
Jogja, 10 Juni 2020



Referensi: diambil dari beberapa sumber



Friday, June 5, 2020

Soup Jagung

Sesungguhnya, aku ga jago masak. Ga hobi masak juga. Tapi sejak menikah, aku mulai rajin masak. Rasanya biasa aja. Masakan yang dimasak juga biasa aja. Paling seputar tumis kangkung, kacang panjang, atau sop. Haha… 


Setelah punya anak, aku berjanji akan menyajikan makanan dengan segenap kemampuanku. Sejak pertama kali makan, mereka sudah terbiasa menyantap masakanku. Jadi tak mengherankan kalau mereka fans setia masakanku, bagaimanapun rupa dan jenisnya. Hihi.. yang sabar ya, Boys 🀭.


Aku paling suka masak pasta. Soalnya gampang 😁. Masak pasta ala aku, tinggal tambahin saus carbonara atau kalo mau lebih niat, bikin saus bolognese. Ini semua ala aku ya...jangan dibayangkan seenak yang dijual di luar sana πŸ˜….
Kalo masakan yang kaya bumbu, aku memilih mengabdi pada bumbu instan saja. Soalnya pernah nih, saking pengen masak yang bumbunya macem-macem, eh rasanya tidak sesuai ekspektasi. 


Hari ini aku masak Soup Jagung.  Sebenernya udah aku janjikan ke anak-anak sejak kemaren. Mereka seneng banget karena ini merupakan salah satu makanan favorit anak-anak. Dan tentu saja emaknya seneng juga karena kalo masak ini, laris manis sampe ludes dan malah sering juga mereka minta dimasakin lagi. Udah gitu, masaknya gampang banget dan anti gagal πŸ˜†.


Aku share resepnya ya πŸ˜‰.


Penampakan Soup Jagung hasil karyaku 😁


Resep Soup Jagung


Bahan-bahan: 1. Jagung, dipipil atau diserut 2. Jamur kancing, iris tipis 3. Sosis, iris tipis
4. Ayam (tadi aku pake paha bawah 2 buah)
5. Bawang bombai, iris tipis 
6. Garam 
7. Merica bubuk
8. Susu uht, 100 ml atau sesuai selera
9. Tepung maizena, 5 sdm (larutkan dengan air)
10. Keju cheddar, parut
11. Margarin untuk menumis Note: 
Bisa ditambahkan sayuran seperti wortel, brokoli, atau sesuai selera.
Jagung bisa diganti makaroni, spaghetti, atau fettuchini. Etapi nanti namanya bukan Soup Jagung 🀭.



Cara pembuatan:
1. Rebus ayam kira-kira 3 menit, kemudian buang airnya. Ganti air untuk merebus, kemudian masak hingga matang. Air rebusan terakhir bisa untuk kaldu.
2. Panaskan margarin, tumis bawang bombai hingga layu dan berbau harum.
3. Masukkan ayam, aduk-aduk.
4. Beri garam dan merica.
5. Masukkan sosis dan jamur. Aduk rata.
6. Masukkan jagung dan air kaldu. Aduk-aduk, tunggu hingga jagung empuk.
7. Masukkan keju parut dan susu.
8. Terakhir masukkan larutan tepung maizena. Aduk hingga kuah mengental dan meletup-letup.
9. Angkat dan siap dinikmati.
Note: Jika suka kuah yang lebih kental, bisa ditambahkan tapung maizena.




Soup jagung ini bisa juga dipakai sebagai isian zuppa soup. Kalau mau bikin zuppa soup, tinggal masukkan soup jagung ke mangkok anti panas. Tutup mangkok menggunakan adonan pastry. Panggang dalam oven hingga pastry matang. Gampang kan… πŸ˜‰


Happy cooking πŸ€—πŸ€—


Merah Itu Aku
Jogja, 5 Juni 2020

Wednesday, June 3, 2020

Menulis Antologi

Kalau tahun kemaren adalah tahun kuliah daring, tahun ini adalah tahun menulis antologi 😁😁. Ya kebetulan juga sih, kuliah daring yang lagi diincer belum ada yang buka. Semoga ga ketinggalan info, dan kalau pun ketinggalan, ga apa-apa. Berarti lagi dikasih jalan buat ikut kelas menulis πŸ˜‹.

Menurut wikipedia, Antologi, secara harfiah diturunkan dari kata bahasa Yunani yang berarti "karangan bunga" atau "kumpulan bunga", adalah sebuah kumpulan dari karya-karya sastra. Awalnya, definisi ini hanya mencakup kumpulan puisi (termasuk syair dan pantun) yang dicetak dalam satu volume. Namun, antologi juga dapat berarti kumpulan karya sastra lain seperti cerita pendek, novel pendek, prosa, dan lain-lain. Dalam pengertian modern, kumpulan karya musikoleh seorang artis, kumpulan cerita yang ditayangkan dalam radio dan televisi juga tergolong antologi. 
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Antologi)

Jadi, jelas ya... kalau buku antologi, berarti buku yang ditulis oleh banyak kontributor.

Sebenernya, udah sejak akhir atau pertengahan tahun kemaren mulai ikutan kelas menulis yang intensif a.k.a niat. Tapi memang buku antologi pertama baru launching awal tahun ini.

Oh iya, tahun lalu aku sempat ikutan kelas menulis antologi untuk pertama kalinya. Tapi ketika mendekati akhir, aku menyerah. Agak menyesal saat itu, kenapa aku menyerah. Padahal batas akhir pengumpulan naskah sempat dimundurkan beberapa kali. Barulah aku sadar bahwa itu akan menjadi pelajaran yang aku ingat setiap menulis. Jangan berhenti sebelum kamu mengakhiri apa yang sudah kamu mulai. Setiap aku menulis dan merasa ingin menyerah, aku selalu ingat kejadian saat mengikuti kelas antologi pertama. Aku ga mau kecewa lagi ketika melihat teman-teman berhasil, sedangkan aku tidak. Pengalaman memang mahal ya..

Sampai mendekati akhir semester satu, ada beberapa buku antologi yang sudah aku tulis. Untuk ukuranku, ini sudah jauh di atas kata lumayan πŸ˜„πŸ˜„.



1. Membangun Budaya Gemar Rapi (Kumpulan Kisah Inspiratif Menuju Hidup Rapi).

Namanya buku pertama, pasti masih banyak kekurangan. Tapi alhamdulillah, di antologi ini, kami banyak banget dibantu oleh Mba Nikmah sebagai salah satu pendiri Gemar Rapi sekaligus editor naskah sebelum masuk ke penerbit. Karena waktu yang diberikan penerbit sangat mepet, semua naskah yang sudah masuk diedit oleh Mba Nikmah sendiri. 

Setelah naskah aman masuk penerbit, Mba Nikmah memberikan banyak ilmu tentang kepenulisan. Dan dari ilmu yang didapet dari Mba Nikmah, aku jadi tahu bahwa proses editing setelah direview oleh editor dari penerbit selalu memberikan banyak ilmu. Yang sayangnya, di antologi pertama ini terpaksa aku lewatkan karena alasan yang sudah aku sebutkan sebelumnya. Tapi tak mengapa, akan ada banyak kesempatan untuk 'mencicipi' di lain waktu😁. Terima kasih Mba Nikmah yang sudah sangat bermurah hati kepada kami 😘😘.


Buku antologi Membangun Budaya Gemar Rapi

Seperti yang sudah terpampang nyata dari judulnya, buku ini bercerita tentang kisah para siswa peserta kuliah Gemar Rapi Batch 1. Ada dua kelas besar, yaitu Gemar Rapi Pratama dan Gemar Rapi Madya. Berbagai kisah inspiratif dibagikan di sini. Bagaimana tantangan dan perjalanan kami selama melakukan perjuangan untuk menuju Gemar Rapi.

Kalau ada yang mau bukunya, bisa langsung hubungi aku 😘😘😌.




2. Pejuang Caesar

Dapat info dari Gita kalau ada temen dia yang mau menulis antologi Pejuang Caesar. Langsung aku hubungi contact person yang tertulis pada flyer yaitu Mba Dian. Tak menunggu waktu lama, aku memutuskan untuk mendaftar.
PS: Gita adalah adek iparku. Istri dari adeknya Mr. Right 😁.

Lewat beberapa minggu setelah mendaftar, aku dihubungi oleh Mba Dian yang mengabarkan bahwa jumlah peserta antologi Pejuang Caesar di bawah target. Akhirnya aku diberi pilihan mau lanjut sekarang tapi digabung dengan tema lain, menunggu kuota terpenuhi, atau mundur. Karena sudah punya pengalaman mundur itu ga enak, jadi aku memilih lanjut. Aku pribadi ga masalah mau digabung tema lain atau menunggu kuota terpenuhi. Tapi karena disuruh pilih salah satu, aku pilih yang cepet aja. Digabung dengan tema lain. Etapi setelah lihat cover bukunya, kayaknya tetep jadi buku sendiri meski dengan empat penulis saja 😁.



Singkat cerita, aku dimasukkan ke dua grup di telegram. Satu grup khusus penulis Pejuang Caesar, satu lagi grup Queen (sebutan untuk penulis di bawah naungan Indscript). 
Ya..Pejuang Caesar merupakan salah satu buku antologi (di antara buanyak buanget buku) di bawah Indscript. Indscript didirikan oleh Teh Indari Mastuti. Selengkapnya tentang Indscript, dapat dilihat di https://indscriptcreative.com.

Proses menulis buku Pejuang Caesar terbilang cepat. Beberapa buku antologi juga sedang ditulis bersamaan dengan grup-grup kecil lainnya di bawah Indscript. Materi kepenulisan umum kami peroleh di grup telegram Queen. Setiap hari ada materi berbeda. Dan setiap hari, ada tugas menulis yang harus kami kerjakan. Aku lumayan keteteran karena belum siap dengan sistemnya. Tapi untuk penulis yang sudah pernah ikut antologi bersama Indscript, sepertinya baik-baik saja. Aku cuma kaget sih. So far bisa mengikuti meskipun sambil sprint πŸ˜„πŸ˜„. Total menulis sampai jadi satu naskah, kira-kira seminggu. Setelah itu ada materi jualan buku dan semacam bedah buku di grup Queen. Ada juga OLOC (One Like One Comment) di media sosial masing-masing. Tapi aku belum pernah ikutan.

Jujur saja, aku sering ketinggalan info karena emang jarang buka telegram. Proses editing pun sering ketinggalan. Kadang sampai di hubungi ke whatsapp sama Mba Dian saking slow respon nya aku 🀭.
Bulan berikutnya aku berencana ikut antologi dengan tema Ayah di Indscript. Tapi lagi-lagi aku ketinggalan gara-gara jarang banget buka telegram. Padahal banyak banget yang pengen aku ceritakan tentang Ayah 😌.

Cover buku antologi Pejuang Caesar

Buku Pejuang Caesar hingga saat ini belum sampai di tanganku. Infonya sudah selesai cetak. Ada salah informasi nampaknya. Semoga bisa segera aku pegang biar bisa nulis review nya. Haha.. jadi inget masih ngutang review Membangun Budaya Gemar Rapi 🀭.

Buku ini menceritakan perjuangan empat ibu untuk melahirkan secara operasi caesar. Dengan membaca buku ini, kita akan tahu betapa perjuangan seorang ibu sangat besar. Entah melahirkan spontan per vaginam atau operasi caesar, semua mempertaruhkan nyawa untuk menghadirkan nyawa baru.

Lagi-lagi karena aku telat dapet info, akhirnya aku cuma dapet 2 buku gratisan tanpa menambah jumlah pesanan. Huhu... jadi ga bisa jualan kan... kalau ada yang mau baca, besok-besok aku pinjemin aja ya, gaes...


3. Jangan Khawatir, Semua Akan Baik-Baik Saja

Antologi ketiga tetapi merupakan tulisan fiksiku yang pertama. Dua buku antologi sebelumnya memuat tulisan non fiksi, tentang pengalaman yang pernah aku jalani. Kali ini aku memberanikan diri untuk menulis fiksi. Awalnya kurang pede karena salah satu alasanku mundur dari kelas menulis antologi yang pertama karena merasa ga mampu menulis fiksi. Kali ini aku ingin mengalahkan ketidakmampuan diri sendiri πŸ’ͺπŸ’ͺ.

Buku antologi ini ditulis bersama-sama teman di @nulisbarengrobi batch 23. Dapet info dari Gita lagi πŸ˜†. Kami berhasil nulis bareng di buku yang sama. Eh eh... kami ikutan lagi di batch 24. Sayangnya di batch selanjutnya, kami terpisah kelas. Gita di 24-A, sedangkan aku di 24-B. Kayaknya buku kami terpisah meskipun bertema sama.

Kelas menulis ini dilakukan di grup whatsapp. Ilmu kepenulisan diberikan beberapa kali di awal. Masya Allah ilmunya kepake banget. Kebanyakan tentang PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia). Langsung ketauan deh kalau selama ini masih banyak yang salah πŸ˜†πŸ˜†. Selain PUEBI, kami juga mendapat ilmu memilih judul, bagaimana mendapatkan ide tulisan, teknik-teknik menulis, dan lain-lain. Terakhir, kami diberi ilmu tentang jualan buku. Hehe... totalitas banget, sampai desain dan caption terbaru, dikasih tiap hari untuk jualan. Uwow banget kan... tapi karena aku fokusnya nulis, bukan jualan, jadi usaha buat menjual ga gitu gigih 🀭🀭.

Cover buku antologi Jangan Khawatir, Semua Akan Baik-Baik Saja

Saat ini, buku masih dalam proses cetak. Rencananya, awal Juni sudah selesai cetak. Tapi karena ada libur lebaran, jadwal agak mundur. Mohon doanya semoga dimudahkan dalam proses selanjutnya ya 😊.


4. Ramadan di Saat Pandemi Covid 19

(Lagi-lagi) dapet info dari Gita. Oh Gita...I love you so much deh ah 😘😘😘. Dan untuk kedua kalinya, kami berada di satu kelas 😁. Kelas menulis ini, dibimbing oleh Ayu Mungil @nuliskeroyokan.

Kelas menulis dilakukan di grup whatsapp. Ada beberapa materi kepenulisan di awal. Nah, yang berbeda dari antologi sebelumnya, di sini kami diberi kesempatan menuliskan tujuh mini fiksi. Iya, mini fiksi dengan jumlah maksimal kata 250. Hihi...ternyata tantangan banget lho nulis dengan kata yang sedikit, tapi harus jadi satu cerita. Dan ini bertepatan dengan KLIP (Kelas Literasi Ibu Profesional) yang mulai memberi isian jumlah kata yang kita tulis di form setoran. Jelas lah seharusnya aku menambah jumlah kata tulisan, eh kok barengan sama proyek menulis mini fiksi πŸ˜†. Apakah bikin aku nulis dua kali? Tentu tidak, Mantili 😁.

Saat ini proses antologi bareng @nuliskeroyokan memasuki tahap menunggu review 😁😁. Jadi memang belom ada cover atau apapun. Kali ini, aku menulis bersama delapan belas penulis lainnya.

Tunggu kehadirannya ya.. semoga diberi kelancaran dalam semua prosesnya hingga masa kelahiran buku 😘😘.


5. Antologi bersama Komunitas Upload DIY Jogja

Ah.. ini proyek kece bener dari komunitas kesayangan. Waktu dapet bocoran kalau Upload DIY Jogja berencana membuat buku antologi para anggota, aku langsung tertarik. Eh siapa sangka tak selang beberapa hari, pengumuman itu muncul. Ga menyangka secepat ini prosesnya.

Kami ga ada materi kepenulisan. Semua proses berjalan begitu saja. Kami diberi poin-poin yang mesti ditulis dalam naskah. Karena berisi perasaan serta pengalaman dalam berkomunitas dan seputar crafting, aku kembali menulis non fiksi di buku ini 😁. Oh iya, nanti ada tulisan dari Mba Baby juga di buku ini. Mba Baby adalah founder Upload DIY. Keren banget kan bisa nulis di buku yang sama dengan beliau 🀩🀩.

Proses buku antologi sudah melewati editing dari tim Upload DIY Jogja. Setelah itu, naskah akan bergulir ke penerbit. Semoga semua lancar. Aamiin..


6. Jadilah yang Terbaik Menurut Versimu Sendiri, Bukan Versi Orang Lain

Antologi keenam kembali bareng teman-teman @nulisbarengrobi batch 24-B. Seangkatan lagi sama Gita, tapi ga segrup 😁. Di buku ini, aku menulis fiksi. Pas direview, menurut Kang Robi, tulisanku mengalami peningkatan dibanding batch sebelumnya. Wah..aku langsung ge-er πŸ˜†πŸ˜†.
Cover antologi Jadilah yang Terbaik Menurut Versimu Sendiri, Bukan Versi Orang Lain

Pada batch 24-B ini, aku satu grup bersama seorang perempuan di atas 60 tahun dan beliau minta dipanggil Uti 😘. Luar biasa semangatnya. Aku yang biasanya merasa salah tempat karena menjadi yang paling tua, saat ini perasaan itu menguap tak berbekas πŸ˜†πŸ˜†.

Semangat teman-teman di batch 24-B benar-benar memberi efek positif. Segala terobosan penjualan pun bertaburan. Mungkin banyak emakprenuer di sini 😁.

Proses antalogi ini baru sampai open PO untuk menentukan jumlah buku yang akan dicetak. Karena sudah pernah ikut batch sebelumnya, banyak materi yang aku baca sekilas. Dan ternyata aku melewatkan beberapa pengumuman. Ugh...ga boleh ditiru. Seharusnya aku tetap mengosongkan gelas biar makin pinter PUEBI. Mungkin kalau mau ikutan @nulisbarengrobi lagi, aku lewatin beberapa batch dulu biar sekalian refresh materi 🀭.


Dari enam proyek antalogi yang sudah aku ikuti, semua memberikan pengalaman berbeda. Belum ada rencana ikutan proyek antologi selanjutnya. Tapi aku udah daftar kelas menulis novel bersama Asma Nadia tanggal 22 Juni nanti.

Semangat menulis..semoga suatu saat bisa menulis buku solo. Aamiin 🀲

Jangan berhenti sebelum kamu mengakhiri apa yang sudah kamu mulai. 

Merah Itu Aku
Jogja, 3 Juni 2020