Assalamualaikum π
Entahlah kenapa kalo mau nge-review buku jatuhnya pake nginep-nginep di draft π€£π€£. Padahal begitu bukunya nyampe rumah langsung aja dibacaπ. Ataukah harus dibuat challenge menulis review buku di tahun 2021? Haha... kita nantikan saja π.
Buku ini udah lama banget pengen aku baca. Penulisnya Mba Ernawati Nandhifa. Aku kenal Mba Erna karena kami bareng di Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP). Secara diam-diam, aku sering baca setoran tulisannya π. Aku pun menjadi salah satu followers di akun instagramnya.
Awalnya, buku Kupilih Jalan Terindah Hidupku ini, aku pikir merupakan buku non-fiksi yang menceritakan perjalanan hidup Mba Erna. Makanya aku maju mundur mau beli, sejak terjadinya niat yang sudah lama, hingga eksekusi π. Aku anaknya suka yang fiksi-fiksi sebenernya π€.
Tersebutlah, di suatu hari, aku lihat postingan Mba Erna di ig yang memajang foto buku yang udah lama aku pengen baca itu. Langsung aku kirim pesan ke Mba Erna untuk menanyakan cara mendapatkan buku tersebut.
Tak perlu menunggu lama, buku tersebut sampai di tanganku. Waktu aku baca blurb di sampul belakang, aku terbelalak karena ternyata ini buku fiksi. Ya ampuuun.... tau gini kan aku ga perlu maju mundur untuk beli. Pasti aku ga akan pikir-pikir lagi buat memilikinya ππ.
Seperti cerita-cerita khas Mba Erna, buku ini menceritakan kehidupan suami istri millenial, dengan tingkat kesejahteraan menengah ke atas.
Buku ini menceritakan tentang Mia yang memutuskan untuk resign dari pekerjaannya karena lebih memilih untuk mengurus anak-anaknya di rumah.
Baru baca awalnya, sudah sanggup menarikku lebih dalam untuk membaca. Aku seperti bertemu diriku di masa lalu. Ketika resign, aku juga sedang 'lucu-lucunya' menancapkan cangkul untuk mendaki karier. Jetlag yang dialami Mia, mirip-mirip denganku. Bingung menghadapi anak-anak sendirian. Stress karena harus bersama anak kecil tanpa ada orang dewasa yang membantu.
Suami Mia yang seharusnya bisa membantu Mia, paling tidak bisa mengurangi rasa rindu bertemu orang dewasa lain, justru tidak bisa didapatkan. Karakter suami Mia, bener-bener membuatku emosi.
Salah satu adegan yang paling bikin aku pengen nguleg suami Mia adalah ketika dia pulang kerja dan mendapati rumah dalam keadaan berantakan, dia langsung marah-marah ke Mia. Memang sih aku juga kesel sama temen kantor suaminya yang ikut mempengaruhi pikirannya. Tapi ya, tapi... masa iya sih nuduh istrinya begitu aja. Mbok ya ditanya baik-baik dulu baru menilai. Iya ga sih?
Coba buibu, mana suaranya?
Bagaimana rasanya ketika kita sudah susah payah beresin rumah, eh, pas waktunya suami pulang, mendadak rumah menjadi seperti baru kena tornado?
Kan kesel ya... ditambah lagi, dengan suami yang maunya ketika dia pulang, rumah rapi, anak-anak wangi dan cakep-cakep, makanan tersedia di meja makan. Haha... itu tidak akan terjadi ketika ada anak-anak kecil di rumah, Pak.
Intinya adalah komunikasi. Jika komunikasi antara suami istri lancar, insya Allah hal-hal semacam itu tidak akan terjadi. Suami mengetahui kondisi istrinya, dan istri mengetahui keinginan suaminya.
Di dalam buku ini, aku bisa menemukan beberapa tips dalam mengurus rumah. Dan aku merasa ada temennya π.
Tips yang dibagikan di buku ini, beberapa sudah aku terapkan. Seperti cara menjemur baju, menyetrika, dan mencuci piring.
Tadinya, aku merasa bahwa apa yang aku lakukan itu ribet bagi orang lain. Aku paling ga bisa kalo jemur baju berantakan. Aku terbiasa mengelompokkan jemuran sesuai dengan jenis dan ukuran. Misal baju, ya aku sebelahin sama baju. Kaos dalem, aku jemur sebelahan sama kaos dalem. Pun ketika menyetrika. Aku akan mengelompokkan pakaian sebelum mulai menyetrika.
Melalui buku ini, aku jadi tau bahwa apa yang aku lakukan bukan sesuatu yang aneh. Bukan karena aku mengidap suatu kelainan.
Mungkin, kadang memang aku agak keterlaluan ya dalam mengelompokkan pakaian-pakaian itu. Selain besar kecil, aku juga punya kecenderungan untuk mengelompokkannya berdasarkan warna. Kalo ada warna yang ga sesuai, aku sering kesel sendiri ππ.
Kehidupan yang Mia alami di dalam buku ini memang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Setiap orang pasti punya medan perang masing-masing. Sebagai ibu pekerja atau ibu yang selalu mendampingi anak-anak di rumah, semuanya ingin memberikan yang terbaik bagi keluarganya.
Kadang, keriwehan justru datang dari luar. Iya, ketika kita sudah tenang di dalam, tak jarang ada keriwehan dari luar yang mengganggu perjalanan kita mendampingi keluarga.
Untuk kalimat-kalimat yang digunakan dalam buku ini, sangat mengalir dan mudah dipahami. Namun, ada satu kejadian yang sepertinya terlewat, pada halaman 103. Saat itu, Mia sedang telepon mamanya. Tiba-tiba ada kalimat yang menggambarkan kontak fisik Mia dan mamanya yaitu 'Mama mengelus pundak Mia'.
Semoga untuk cetakan berikutnya, bisa diperbaiki π.
Dari keseluruhan, aku suka cerita di buku ini. Dengan cerita dan bahasa yang ringan, Mba Erna berhasil memasukkan nilai-nilai perjuangan perempuan, kasah sayang ibu dan anak, nenek dan cucu, serta pentingnya komunikasi suami dan istri.
Bagi teman-teman yang galau, baik karena mau resign atau baru resign, buku ini pas banget untuk dibaca. Dari sini, teman-teman bisa sedikit banyak membayangkan situasi seperti apa yang kira-kira akan dihadapi setelah resign.
Tetap semangat semuanya... pilihan ada di tangan kita dan kita harus siap menghadapi segala resiko yang ada.
Judul Buku : Kupilih Jalan Terindah Hidupku
Penulis Buku : Ernawati Nandhifa
Penerbit : Metagraf, Creative Imprint of Tiga Serangkai
Cetakan : I, November 2018
Ketebalan : 212
ISBN : 978-602-6328-75-5
Merah Itu Aku
Jogja, 27 November 2020