Seribu Wajah Ayah. Aku mendapat rekomendasi dari @bukuakik sebagai 'buku yang bikin nagisnya awet'.
Ternyata, harapanku terlalu tinggi. Bukan karena bukunya nggak bagus, cuma rasanya kurang greget.
Sebagai anak yang kehilangan sosok ayah, aku berharap bisa masuk dalam cerita ini. Nyatanya, agak sulit.
Awal membaca, aku terpana dengan point of view (PoV) yang dipilih penulis. PoV 2 yang banyak dihindari penulis karena konon katanya susah. Aku pun belum pernah mencoba menggunakan PoV 2 dalam tulisanku.
Hingga akhir, aku tidak menemukan siapa nama “kamu” dalam novel tersebut.
Mungkin, penulis ingin setiap kamu bisa menjadi tokoh dalam novel tersebut.
Ritme ceritanya terasa lambat. Bagian yang membuat hampir menangis, ada di beberapa bab akhir.
Seribu Wajah Ayah
Nurun Ala
Kompas Gramedia
Cetakan ke-1, Maret 2020
Cetakan ke-7, Januari 2024
Rating usia: 15+
Tentang sesal, tentang rindu, tentang kehilangan.
Ketika ada penyesalan, tetapi sudah terlambat untuk mengatakan maaf.
Tentang kasih sayang seorang ayah dan permintaan terakhirnya.
Tentang seorang anak yang menyesal karena tidak bisa memenuhi permintaan terakhir ayahnya.
Novel ini terdiri dari sepuluh bab. Masing-masing bab menceritakan kisah yang terjadi di balik foto dalam album yang ditinggalkan sang Ayah.
Ada kasih sayang, kesabaran, dan kesedihan.
Novel yang lumayan tipis dan bisa dibaca dalam sehari. Ringan, alur cerita mudah ditebak, tetapi cara penceritaannya yang menggunakan PoV 2 menjadi nilai tambah untuk novel ini.
Meskipun, aku malah merusak imajinasi dengan membayangkan kegiatan waktu pramuka di bagian, “Coba kamu bayangkan, kamu pulang dan melihat ada bendera putih di depan rumahmu ….” 👐
Merah Itu Aku
Jogja, 19 April 2024
0 comments:
Post a Comment