Saturday, April 20, 2024

Reviu Buku Sabar Tanpa Batas - Adhitya Mulya

Adhitya Mulya tidak pernah gagal membuatku terhanyut dalam ceritanya. Sedihnya dapet, pun komedinya.

Sabar Tanpa Batas adalah buku kesekian Adhitya Mulya yang aku baca. Mengetahui buku ini dari feed Instagram Teh Shanty. Dan akhirnya, aku berhasil mendapatkannya. Bukannya susah, tapi emang di toko buku langgananku kosong semua.

Alhamdulillah, meski harus menunggu lama, aku bisa memiliki buku ini. Kejutan sekali saat melihat ada tanda tangan Adhitya pada lembar pertama buku Sabar Tanpa Batas yang aku terima ❤.





Pertama kenal Adhitya Mulya dari buku Jomblo saat masih kuliah. Asli, lucu parah. Berlanjut ke Gege Mengejar Cinta, dan selanjutnya dan selanjutnya.

Selain Adhitya Mulya, aku juga penikmat tulisan Ninit Yunita, istrinya.





Sabar Tanpa Batas

Adhitya Mulya

GagasMedia

Cetakan pertama 2023

vi + 266 halaman


Cahyadi alias Ocay, seorang mahasiswa beasiswa dari keluarga miskin. Sulung dari tiga bersaudara. Kedua adiknya perempuan, Ike dan Irma.

Ibu Ocay sudah meninggal.

Bapaknya problematik sekali. Tukang becak yang suka berjudi.

Hingga akhir hayatnya, masih juga meninggalkan penderitaan bagi ketiga anaknya berupa hutang ratusan juta rupiah.

Ocay berusaha dengan berbagai cara untuk menebus hutang yang ditinggalkan bapaknya. Selain itu, dia juga masih harus bertanggung jawab terhadap kedua adiknya.


Cobaan demi cobaan datang menerpa Ocay dan kedua adiknya. Namun, hal itu tidak membuat Ocay menyerah pada keadaan.

Bagaimana Ocay menghadapi segala yang hadir dalam hidupnya?

Sabar Tanpa Batas menunjukkan sabar yang sebenar-benarnya. Tidak ada batasnya.


Kalimat Ocay yang paling aku ingat adalah sebuah kutipan hadis, “Sesungguhnya musibah tidak akan mendahului sedekah.”


Adhitya Mulya dengan segala kepandaiannya mengolah kata, berhasil memasukkan pesan-pesan tanpa menggurui. Dibumbui dengan dialog kocak khas cerita-ceritanya, membuat buku ini terasa ringan sekaligus penuh makna.


Aku sangat menikmati buku ini. Tidak bisa berhenti hingga akhir. Boleh, nggak, kalau minta cerita lanjutan Ocay dan Teh Indri? Haha ...



Merah Itu Aku
Jogja, 20 April 2024
Continue reading Reviu Buku Sabar Tanpa Batas - Adhitya Mulya

Friday, April 19, 2024

Reviu Buku Seribu Wajah Ayah - Nurun Ala

Seribu Wajah Ayah. Aku mendapat rekomendasi dari @bukuakik sebagai 'buku yang bikin nagisnya awet'.

Ternyata, harapanku terlalu tinggi. Bukan karena bukunya nggak bagus, cuma rasanya kurang greget.

Sebagai anak yang kehilangan sosok ayah, aku berharap bisa masuk dalam cerita ini. Nyatanya, agak sulit.


Awal membaca, aku terpana dengan point of view (PoV) yang dipilih penulis. PoV 2 yang banyak dihindari penulis karena konon katanya susah. Aku pun belum pernah mencoba menggunakan PoV 2 dalam tulisanku.


Hingga akhir, aku tidak menemukan siapa nama “kamu” dalam novel tersebut. 

Mungkin, penulis ingin setiap kamu bisa menjadi tokoh dalam novel tersebut.

Ritme ceritanya terasa lambat. Bagian yang membuat hampir menangis, ada di beberapa bab akhir.




Seribu Wajah Ayah

Nurun Ala

Kompas Gramedia

Cetakan ke-1, Maret 2020

Cetakan ke-7, Januari 2024

Rating usia: 15+


Tentang sesal, tentang rindu, tentang kehilangan.

Ketika ada penyesalan, tetapi sudah terlambat untuk mengatakan maaf.

Tentang kasih sayang seorang ayah dan permintaan terakhirnya.

Tentang seorang anak yang menyesal karena tidak bisa memenuhi permintaan terakhir ayahnya.


Novel ini terdiri dari sepuluh bab. Masing-masing bab menceritakan kisah yang terjadi di balik foto dalam album yang ditinggalkan sang Ayah.

Ada kasih sayang, kesabaran, dan kesedihan.


Novel yang lumayan tipis dan bisa dibaca dalam sehari. Ringan, alur cerita mudah ditebak, tetapi cara penceritaannya yang menggunakan PoV 2 menjadi nilai tambah untuk novel ini.

Meskipun, aku malah merusak imajinasi dengan membayangkan kegiatan waktu pramuka di bagian, “Coba kamu bayangkan, kamu pulang dan melihat ada bendera putih di depan rumahmu ….” ๐Ÿ‘



Merah Itu Aku

Jogja, 19 April 2024



Continue reading Reviu Buku Seribu Wajah Ayah - Nurun Ala

Wednesday, April 17, 2024

Laut Bercerita - Leila S. Chudori

Membaca Laut Bercerita, membuatku susah sekali untuk move on. Rasanya ingin memberi tahu pada Asmara bahwa pencariannya sudah dekat. 

Bagi pencinta cerita happy ending, aku sungguh agak kecewa membaca Laut Bercerita. Namun, harus kuakui bahwa novel Leila S. Chudori ini memang sanggup mencabik-cabik perasaanku.


Awalnya, aku kurang tertarik untuk membeli novel Laut Bercerita. Aku pikir, novel ini bercerita tentang pelestarian lingkungan, semacam curhat laut yang tercemari oleh limbah. Ternyata aku salah besar.


Aku memutuskan langsung membeli Laut Bercerita karena melihat ada novel ini di rak buku milik keponakanku yang sudah beranjak remaja. Aku penasaran dan menanyakan penilaiannya tentang buku ini. Tak hanya menjawab bahwa novel ini bagus, dia pun memberi bonus berupa spoiler yang agak aku sesalkan sekaligus bersyukur.

Aku yang tidak suka spoiler, jelas menyayangkan kemurahan hati keponakanku yang agak bablas bercerita.

Di lain sisi, aku bersyukur mendapat spoiler sehingga kepikiran dan mulai menimbang-nimbang, haruskah aku mencari spoiler tentang buku-buku best seller agar tidak ketinggalan membaca buku bagus? 

Mengingat bahwa aku yang tidak suka membaca reviu buku, sering kali membuat buku yang aku beli hanya berakhir di rak tanpa aku selesaikan membacanya. Bahkan ada yang hanya aku baca beberapa lembar awalnya saja.

Memang ada beberapa buku yang mengejutkan karena bagus banget dan aku suka.

Pertimbangan mencari referensi buku bagus juga mencegah hal-hal seperti Laut Bercerita tidak masuk radar. Bahwa buku sebagus itu, yang diterbitkan tahun 2017, baru aku baca tujuh tahun kemudian, pada cetakan ke-74. Betapa tertinggalnya aku.





Laut Bercerita 

Leila S. Chudori

KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Cetakan ke-1, Oktober 2017

Cetakan ke-74, April 2024

Rating usia: 18+

x + 379 halaman


Adalah Biru Laut, seorang mahasiswa Sastra Inggris UGM yang juga merupakan aktivis.

Laut bercerita tentang kehidupannya sebagai aktivis yang penuh ketegangan. 

Bagaimana Laut mengalami penyiksaan demi penyiksaan hingga akhirnya ditenggelamkan ke dasar laut.

Laut Bercerita terdiri atas dua bagian, yang dituliskan menggunakan POV 1.

Satu bagian diceritakan oleh Biru Laut, bagian lain diceritakan oleh Asmara Jati (adik Biru Laut).


Biru Laut adalah salah satu aktivis yang dihilangkan paksa sebagai buntut dari peristiwa 98. Bagi orang yang kurang suka dengan sejarah politik Indonesia seperti aku, ternyata sangat bisa menikmati novel ini.

Ada persahabatan, pengkhianatan, cinta, dan kehilangan.


Ceritanya terasa nyata karena memang berdasarkan kisah yang benar-benar terjadi.

Membaca Laut Bercerita membuatku berpikir, kenapa banyak mahasiswa yang begitu gigih 'menyerang' pemerintahan Orde Baru saat itu? Seperti yang dipertanyakan Laut setelah mengalami penyiksaan yang pertama.

"... apa yang sebetulnya aku kejar?"

Kemudian, Kinan, perempuan pengambil keputusan menenangkan dan mengobarkan kembali semangat Laut dengan kalimat-kalimat magisnya.


Laut Bercerita membuatku memandang sejarah peristiwa 98 tidak sama lagi. 

Aku tidak habis pikir dengan tindakan para mahasiswa yang mendedikasikan dirinya untuk Indonesia yang lebih baik dengan melakukan aksi. Namun, aku lebih tidak habis pikir lagi dengan para oknum yang mengambil paksa, menyiksa mahasiswa, dan menghilangkannya.

Sebegitu berbahayakah para mahasiswa tanpa senjata itu?


Pada bagian akhir, tentang penulis, baru aku tahu bahwa Laila S. Chudori adalah penggagas dan penulis skenario drama TV Dunia Tanpa Koma.


Aku masih simpan ini. Astaga ๐Ÿ˜„


Setelah Laut Bercerita, aku berkeinginan untuk membeli buku Leila yang lain. Pulang. Meski saat membaca resensi, aku dapat spoiler bahwa tidak happy ending. Duh!



Merah Itu Aku

Jogja, 17 April 2024

Continue reading Laut Bercerita - Leila S. Chudori

Friday, April 5, 2024

Sementara Selamanya - Ika Natassa



Judul: Sementara Selamanya

Penulis: Ika Natassa

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Jumlah halaman: 93 halaman

Diterbitkan pertama kali tahun 2020


Mendadak, aku memasukkan buku ini ke dalam keranjang belanja daring. Setelah dua bulan tidak membeli buku fisik, aku memutuskan untuk membeli empat buku pada bulan ini.

Buku pertama yang aku baca merupakan karya Ika Natassa. Beberapa bukunya sudah aku baca dan meninggalkan kesan baik setelah memyelesaikannya. Harapan itu pun aku sematkan kala membeli buku ini.

Agak terhah-heh-hoh ketika memegang buku fisiknya. Kenapa tipis dan lebar sekali?

Ternyata, ini merupakan screenplay (naskah skenario) dari mini seri yang tayang di platform Vidio pada tahun 2020 saat pandemi covid terjadi. Namun, saat aku mencoba mencari mini serinya, belum berhasil.



Sementara Selamanya menceritakan pasangan suami istri, Saka dan Zara yang terpisah karena pandemi covid. Sang istri yang seorang dokter harus tinggal terpisah karena risiko pekerjaan dan mengharuskan dia tinggal di dekat rumah sakit.

Apakah perpisahan yang sementara itu akan jadi selamanya? 

Membaca tulisan Ika dalam bentuk naskah skenario memberikan pengalaman tersendiri buatku. Dari sini, aku jadi mengenal beberapa istilah dalam naskah skenario film.


Merah Itu Aku

Yogyakarta, 5 April 2024


Continue reading Sementara Selamanya - Ika Natassa

Sunday, January 21, 2024

Keigo Higashino - Keajaiban Toko Kelontong Namiya



Buku Keajaiban Toko Kelontong Namiya merupakan novel karya Keigo Higashino yang tidak aku masukkan dalam list yang ingin kubaca.

Keigo Higashino adalah lelaki asal Jepang yang dikenal sebagai penulis novel detektif. Beberapa novel yang sudah aku baca bertema misteri pembunuhan yang sangat membuat penasaran dan penuh plot twist.

Pertama kali membaca blurb novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya, aku benar-benar tidak tertarik untuk membacanya. Cerita di novel ini memang jauh dari cerita detektif. Seperti tidak Keigo Higashino banget.

Pada akhirnya, aku memutuskan untuk membaca dan menyelesaikannya sambil menunggu novel Keigo Higashino lain yang sedang aku pesan. Aku membaca dalam bentuk e-book yang dibeli dari Play Books. Seperti semua karyanya, novel ini juga diterbitkan oleh Gramedia.

Awal membaca novel, aku kurang antusias. Tidak terlalu berharap akan semenarik novelnya yang lain. Akan tetapi, lama kelamaan asik juga karena menemukan benang merah dari cerita di setiap bab. Memang ceritanya jauh dari misteri pembunuhan.

Cerita diawali dengan tiga orang pencuri yang bersembunyi di dalam toko tua tak berpenghuni. Tiba-tiba ada surat yang dimasukkan melalui lubang pada pintu gulung toko. Siapa yang menyangka bahwa surat itu dikirimkan dari 32 tahun yang lalu. Dan kisah mereka pun bergulir.

Setting waktu yang maju mundur membuat pembaca harus jeli dalam memahaminya. Apakah ini berada di masa lalu, atau sudah kembali ke saat ini. 

Kalau teman-teman pernah membaca Funiculi Funicula, seperti itulah kira-kira cerita novel ini. Misteri time travel dengan permainan waktu.

Sebagai penulis, tentunya harus jeli dalam menghitung waktu kejadian dalam cerita. Aku selalu salut dengan kemampuan para penulis cerita time travel dalam menceritakan detail berapa tahun ke belakang, bagaimana kaitannya dengan peristiwa di waktu tertentu, dan bagaimana membuat semua cerita memiliki benang merah.

Saat itulah, aku juga menemukan ciri Keigo Higashino dalam novel ini. Sungguh tidak menyangka.

Untuk novel terjemahan, pemilihan kata-katanya mudah dicerna. Meskipun menggunakan kalimat yang baku, tidak ada kesan kaku dan wagu.

Muncul beberapa istilah bahasa Jepang yang dijelaskan menggunakan catatan kaki. Memang ada hal yang menyangkut budaya Jepang yang kadang tidak terbayangkan. Seperti latar tempat. Bagaimana membayangkan kotak kayu tempat susu. Atau bangunan rumah tinggal. Kadang agak mengganggu, tetapi bisa diabaikan.

Novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya memberi lebih pesan moral dibanding karya Keigo yang lain. Bagaimana cara menghadapi tantangan dalam hidup, bagaimana tetap berjuang, dan berusaha menjadi orang yang baik. 

Sekali lagi, membaca novel Keajaiban Toko Kelontong Namiya memang tidak seperti menikmati karya Keigo Higashino yang lain. Akan tetapi, pada akhirnya aku bisa menikmati ceritanya.


Merah Itu Aku

Yogyakarta, 21 Januari 2024


Continue reading Keigo Higashino - Keajaiban Toko Kelontong Namiya

Tuesday, January 16, 2024

Masjid Thurfah Dekat Rumah

Namanya Masjid Thurfah. Baru diresmikan hari Jumat, tanggal 5 Januari 2024. 



Masjid yang sejak dimulai pembangunnya pada tahun lalu, sudah sering disebut dalam doa agar dilancarkan hingga berdiri.

Masjid yang sudah dirindukan keberadaannya, bahkan jauh sebelum dibangun.

Kami tinggal di Sleman, tetapi jarak rumah ke masjid terdekat, lebih dari 1 km. Ada pula masjid yang lumayan dekat (mungkin jaraknya tidak sampai 1 km), hanya saja, jalan menuju ke sana, melewati antah berantah. Dengan tanjakan yang kurang aman dilewati anak-anak ketika gelap menyapa. Iya, masih ada lokasi semacam itu di dekat tempat tinggal kami.

Beberapa saat sebelum Masjid Thurfah dibangun, ada keinginan untuk pindah dari rumah ini. Aku punya mimpi untuk tinggal di rumah yang dekat dengan masjid. Apalagi, ketiga anakku lelaki. Sebaik-baik lelaki adalah yang salat berjamaan di masjid.

Kami tinggal di Indonesia, dengan mayoritas penduduk muslim, tetapi akses ke masjid butuh effort yang lumayan. Terutama bagi anak-anak seusia anak-anakku. Merasa perjalanan bersepeda terlalu berisiko jika tanpa pengawasan. Namun, jika harus berboncengan naik motor, terlalu penuh. Ah, banyak alasan.

Sering kali merasa iri ketika melihat anak-anak temanku bisa dengan mudah berjalan kaki ke masjid untuk menunaikan salat wajib. Aku pun berharap, anak-anak bisa seperti itu.

Alhamdulillah, kehadiran Masjid Thurfah di dekat rumah merupakan jawaban dari doa-doaku. Bahkan mungkin doa almarhum Bapak yang berharap agar hati cucu-cucunya terikat dengan masjid. Aku jadi kembali berandai-andai. Sudahlah ...

Keinginan untuk pindah rumah pun sudah sirna. Aku makin mantap untuk tinggal di sini. Lingkungan nyaman, lokasi strategis, dan yang pasti, sudah dekat dengan masjid.

Aku jadi teringat obrolan dengan bude sebelah rumah, beberapa tahun yang lalu. Kami berandai-andai, akan ada persawahan dekat rumah kami yang dijadikan masjid. Bahkan kami pernah berseloroh akan membangun masjid di dekat sini jika mampu.

MasyaAllah, salah satu rezeki bagi kami yang tinggal di sini. Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Masjid Thurfah hanya berjarak sekitar 150 meter dari rumah. Sangat memungkinkan untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Anak-anak pun semangat untuk salat jamaah di masjid. Begitu pun warga sekitar jadi rajin ke masjid. 

Nikmat mana lagi yang kau dustakan?

Menjelang bulan Ramadan, kami sudah punya masjid dekat rumah. Semoga semakin meningkatkan semangat salat tarawih dan subuh berjamaah di masjid.

Lari 5 km aja kuat, masa jalan 150 meter ke masjid, nggak mampu?


Merah Itu Aku

Yogyakarta, 16 Januari 2024


Continue reading Masjid Thurfah Dekat Rumah

Tuesday, January 9, 2024

Kelar Baca Buku What’s So Wrong About Your Self Healing

Salah satu buku yang aku beli di awal tahun. Buku kedua yang aku baca di tahun ini. Buku non-fiksi tercepat yang aku selesaikan tanpa merasa tertekan. Haha …



Lumayan terkejut bahwa pengalaman pertama membaca buku non-fiksi bisa seseru ini.

Awalnya, aku tertarik dengan buku Adhi Mohamad yang berjudul What’s So Wrong With Your Trauma & Expectation. Dari sampulnya, sudah atraktif banget. Banyak tulisan-tulisan dengan huruf kecil yang bikin penasaran untuk dibaca.

Waktu ke Gramedia Senin lalu, aku tidak menemukan buku yang aku cari. Sepertinya memang termasuk buku baru dan masih dalam masa pre-order.

Aku mengalihkan pilihan pada buku Adhi Mohamad yang lain dengan judul What’s So Wrong With Your Self Healing. Dari sampulnya mirip banget sama buku yang aku cari. 

Tampaknya itu gaya Adhi banget. Buku-buku dia sebelumnya pun setipe. Sampul berwarna dasar hitam dengan banyak tulisan kecil berwarna putih, yang mengelilingi sebuah awan teks dengan warna tertentu. Self healing berwarna kuning, sedangkan Trauma & Expectation berwarna merah. Buku lain, menggunakan awan teks warna berbeda.

Sempat ragu bahwa buku ini cocok buat emak-emak macam aku. 

Sebagai orang tua yang sudah punya anak, pembahasan awal cukup bikin aku bolak balik memosisikan sebagai pembaca anak dan orang tua.

Sebagai anak, aku mengingat-ingat bagaimana pola asuh kedua orang tuaku.

Sebagai orang tua, aku menilai bagaimana pola asuh yang selama ini aku berikan pada anak-anakku.

Memang tidak ada orang tua yang sempurna, pun sebagai anak.

Seperti biasa, aku tidak akan kasih banyak-banyak spoiler apa yang dibahas di buku ini. 


Layout

Aku tertarik banget dengan layout buku ini. Pemilihan huruf pada sampul, sudah cukup membuatku tertarik dan penasaran dengan isi bukunya.

Setiap bab diawali dengan kertas berwarna dasar hitam dengan tulisan judul berwarna putih.

Hal menarik lainnya adalah coretan-coretan dan tulisan dengan font handwriting yang ada di beberapa bagian untuk menunjukkan kata dan kalimat penting.

Pada tiap akhir bab, terdapat resume yang ditulis acak seperti tulisan tangan.



Bahasa

Penggunaan bahasa gaul, tidak serta merta membuat kalimat-kalimat dalam buku ini terasa alay. Justru bisa membuat aku yang biasanya mudah bosan dengan buku non-fiksi, berasa sedang membaca novel. 

Penggunaan bahasa percakapan dalam penyampaian ilmu-ilmu psikologi, menjadikan buku ini mudah dipahami.

Selain itu, Adhi juga cukup interaktif dengan pembaca. Ada beberapa pertanyaan yang disampaikan, dengan memberi tempat untuk menuliskan jawabannya.



Aku sangat menikmati pengalaman membaca buku ini dari awal hingga akhir.

Tidak sabar menunggu datangnya buku Adhi Mohamad yang sudah aku pesan ๐Ÿ‘.


Merah Itu Aku

Yogyakarta, 9 Januari 2024


Continue reading Kelar Baca Buku What’s So Wrong About Your Self Healing