Sunday, September 27, 2020

Belajar Baking

Baking memang bukan merupakan salah satu hobby-ku. Aku pun cukup sadar dengan kemampuanku dalam baking. Oleh sebab itu, meskipun aku punya oven (pemberian kakak perempuanku) dan beberapa benda pendukung lainnya, aku amat sangat jarang sekali baking.

Pekan ini, aku boleh memberi apresiasi tinggi ke diri sendiri. Pada akhirnya, aku bisa mengalahkan rasa enggan untuk membuat kue. Meskipun sederhana, itu sudah merupakan pencapaian yang luar biasa. 🎉🎉🎉

Hari Selasa lalu, aku mengikuti kegiatan baking via zoom yang di selenggarakan oleh Rumah Belajar Boga IP Jogja. Kegiatan latihan bareng yang biasanya diselenggarakan luring, terpaksa dialihkan menjadi daring akibat pandemi Covid 19 yang belum juga usai.

Sesi foto bersama setelah latihan bareng 😍

Materi yang diberikan pada latihan Selasa lalu adalah membuat muffin kukus. Wah, aku langsung tertarik buat ikutan dong... apalagi setelah melihat bahan dan alat yang harus disiapkan itu gampang banget 😁. 

Oh iya, sesungguhnya, sebelum zoom tersebut, sudah ada latihan bareng via zoom di pekan sebelumnya. Materinya adalah membuat pie buah. Karena berbarengan dengan agenda lain, akhirnya aku skip dan hanya ngiler memandang nanar foto-foto yang bertebaran di grup setelahnya 🤣🤣.

Biar enggak ngiler dua kali, aku membulatkan tekad untuk ikut kali ini 🤭.

---

Sempat telat masuk zoom room, tidak menyurutkan niatku untuk mengejar ketertinggalan. Saat teman yang lain sudah selesai mencampur semua bahan, aku baru mulai mengukur bahan-bahan 😆.

Percobaan pertama gagal (sedih ga sih... baking yang gampang aja aku gagal dong 😭). Bukan gagal di bagian rasa, tapi gagal di bagian bentuk. Aku sampai malu buat menunjukkan fotonya 😆.

Namun, kekecewaanku tak berlangsung lama. Terima kasih tak terhingga pada Mbak Nana, PJ Rumbel Boga - yang alhamdulillah, rumahnya deket - yang kemudian menawarkan diri untuk bikin kue bareng-bareng secara luring 😍😍😍. Aku langsung mengiyakan. Bersama Mbak Cin, kesayangan aku yang juga tetangga, kami janjian bikin kue di rumahku keesokan harinya.

Kue yang kami buat adalah pie buah. Duh, pengertian banget kan Mbak Nana. Tau aja kalo aku ngiler ngliat foto pie buah punya temen-temen di grup 😆.

Kali ini, jelas berhasil ya... meskipun judulnya baking bareng, yang kebagian banyak kerja adalah sang ahli baking, Mbak Nana. Aku dan Mbak Cin tentu saja menjadi penggembira 🤣🤣. Aku kebagian nempelin adonan crust pie di cetakan dan ngasih topping buah. Itu juga bareng-bareng kerjanya 🤭.

Dan taraaaa....

Pie buah hasil karya Mbak Nana (dengan campur tanganku dan Mbak Cin)

Resep pie buah (dapet dari Mbak Rayi):

Kemaren bikin 2x resep biar banyak. Resep aslinya setengahnya aja.

A. Membuat adonan Crust

Bahan

350 g tepung terigu segitiga biru

200 g blue band cake n cookies

20 g gula halus

2 butir kuning telur

Cara membuat

1. Campur tepung terigu dan blue band dalam wadah, cacah dengan spatula hingga menjadi adonan pasir.

2. Masukkan gula halus dan kuning telur, campur hingga menyatu.

3. Simpan adonan dalam plastik wrap, ratakan adonan hingga tepiannya halus, jangan ada yang pecah-pecah.

4. Masukkan adonan ke dalam kulkas selama 30 menit.


B. Membuat fla

Bahan

500 ml susu uht

2 butir kuning telur

20 g tepung maizena

100 g gula (sesuaikan dengan selera)

1/2 sdt vanili


Cara membuat

1. Masak susu dan gula hingga hangat.

2. Pada wadah terpisah, campur kuning telur dan maizena. Tambahkan beberapa sendok adonan susu.

3. Masukkan adonan telur ke dalam adonan susu. Tambahkan vanili, panaskan hingga meletup letup. Matikan kompor.


C. Memanggang crust

1. Bagi adonan menjadi 20 - 25 g. Kemaren kira-kira aja sih 😆. Jadi 23 cup. Tapi enggak sahih karena adonan dicuil anak-anak. Kata Mbak Nana, mestinya bisa jadi sekitar 25-an cup.

2. Cetak adonan dalam cetakan pie. Ga perlu dioles mentega dulu cetakannya. Jangan lupa tusuk-tusuk dengan garpu setelah dicetak.

3. Panggang selama 10-15 menit. 

Sebelum memanggang adonan crust, oven dipanaskan terlebih dahulu.


D. Menghias pie

1. Tuang fla pada crust.

2. Berikan topping buah suka-suka. Kemaren pake stroberi, anggur, kiwi, dan jeruk.

Selesai 💕💕


Anak-anak dan Mr. Right suka banget pie buahnya. Mungkin suatu saat nanti, aku akan membuat lagi. Tapi entah kapan 😅.


Setelah latian bikin kue bareng, aku jadi semangat pake oven. Keesokan harinya, aku bikin macaroni schotel buat anak-anak. Huaaaaa... akhirnya ya.. setelah sekian lama 😆.


Macaroni schotel ala-ala

Alhamdulillah anak-anak doyan banget dan langsung ludes 😍😍.


Dan weekend ini, aku bikin muffin panggang (ga dikukus). Bahan-bahan seperti yang dikukus, tapi di langkah terakhir, aku panggang pake oven.


Hasil remidial baking 🤣


Resep Muffin (dari Mamong)

Bahan padat

150 g tepung segitiga biru

100 g gula halus

3/4 sdt baking powder

1/2 sdt soda kue

1/2 sdt vanili


Bahan cair

100 g blue band and cookies dicairkan

150 ml susu uht

1 butir telur

Keju parut.


Cara membuat:

1. Campurkan semua bahan padat hingga rata.

2. Campurkan semua bahan cair hingga rata.

3. Masukkan adonan cair ke dalam adonan padat. Campur menggunakan spatula. Jangan terlalu bersemangat mengaduknya. Biasa saja kekuatan adukannya 😁.

4. Siapkan kertas muffin atau kertas bolu kukus. Masukkan adonan ke dalam 3/4 wadah kertas.

Kalau mau pake kertas bolu kukus, diberi cetakan ya biar bentuknya bagus.

5. Panggang dalam oven (yang sudah dipanaskan sebelumnya) selama 15 menit.

Kalau mau dikukus, panaskan kukusan dulu. Kemudian, kukus selama 20 menit.


Selamat mencoba....



Bahagia itu ketika masakan kita ludes disukai warga rumah. Rasanya jadi pengen baking terus 🤣🤣🤣🤣.



Merah Itu Aku

Jogja, 27 September 2020












Continue reading Belajar Baking

Sunday, September 20, 2020

Upload DIY Jogja is Turning Two

 


Happy belated birthday Upload DIY Jogja ... baru 2 tahun usiamu, tapi sudah begitu mempengaruhi kehidupanku.

Semoga di usia yang ke-2 ini, Upload DIY Jogja semakin kece dan memberikan manfaat bagi perempuan di Indonesia pada umumnya, dan perempuan di Jogja dan sekitarnya pada khususnya.

Upload DIY Jogja (UDJ) bagiku adalah tempat di mana aku menemukan passion crafting yang selama ini terpendam jauh di dalam diriku. Bersama UDJ, aku semakin yakin bahwa crafting adalah passion yang membuatku berbinar, bersemangat, dan berbahagia.


Awal mula terbentuknya Upload DIY Jogja

DIY sendiri berasal dari do it yourself yang bisa diartikan dengan membuat sesuatu sendiri. Apa yang dibuat? Macem-macem ya... ada crafting, menjahit, bahkan sampai pertukangan. Cewek nukang? Haha... di komunitas ini, banyak yang bisa nukang 😆.

Upload DIY Indonesia didirikan oleh Baby Dinata dengan tujuan membuat wadah bagi para perempuan di Indonesia, untuk dapat meningkatkan nilai barang bekas, menjadi sesuatu yang bermanfaat dan meningkatkan nilai barang itu sendiri. 

Jika mengikuti akun sosial media Baby Dinata, kita bisa melihat perjalanan beliau dalam mendekorasi rumah mungilnya menjadi tempat yang begitu nyaman, dengan menggunakan barang upcycle. Berawal dari hobi beliau, akhirnya dibentuklah komunitas Upload DIY Indonesia.

Seiring berjalannya waktu, member Upload DIY Indonesia semakin banyak. Akhirnya, Upload DIY Indonesia membuat komunitas di regional masing-masing. Tujuannya agar member dapat memperoleh manfaat dengan maksimal dan lebih mudah melakukan kegiatan di dekat tempat tinggalnya.

Untuk regional Jogja, awalnya tergabung dalam Upload DIY Joglosemar (Jogja, Solo, Semarang, dan sekitarnya). Namun, di bulan September 2018, Upload DIY Joglosemar dipecah menjadi lebih kecil lagi. Upload DIY Jogja pun resmi terbentuk pada tanggal 18 September 2018.


Sepak terjang di Upload DIY Jogja

Pengurus generasi pertama UDJ pun dibentuk. Pada saat itu, aku merupakan member baru berusia beberapa bulan sebelum Upload DIY Joglosemar dipecah. Aku bukan orang yang suka berkomunitas sebenarnya. Aku yang pemalu dan tak percaya diri tiba-tiba terseret dalam pusaran komunitas ini.

Perasaanku saat dijerumuskan ke dalam kepengurusan UDJ adalah asing. Aku yang tak suka mengurusi orang lain, akhirnya harus terjun ke dalam komunitas ini. Entahlah, sepertinya masih banyak orang lain yang lebih pantas. Bahkan dari 5 orang pengurus, hanya aku yang statusnya member baru.

Banyak pembahasan kegiatan yang kadang bikin roaming karena aku tak pernah ikut. Namun, setelah mengenal semua lebih dekat, aku merasa mendapat keluarga baru. Kami memiliki passion yang sama. Seharusnya aku tak perlu minder berada di dalamnya.

Beberapa kegiatan, bisa kami selenggarakan bersama UDJ. Selama menjadi pengurus, aku merasakan banyak sekali manfaat bergabung bersama teman-teman di UDJ.

Kegiatan berkumpul yang bisa menguatkan bounding antar member, atau kegiatan challenge yang bisa meningkatkan skill, kami lakukan dengan bahagia. Yah, komunitas adalah tempat kita melakukan hal yang kita sukai dengan bahagia.

Setelah habis masa bakti selama setahun, kepengurusan berganti lagi. Di bawah kepengurusan baru, UDJ semakin menampakkan kebolehannya. Segala kegiatan yang bermanfaat bagi member, semakin sering dilakukan.


Manfaat menjadi bagian Upload DIY Jogja

Bersama UDJ, aku menemukan jati diriku yang sesungguhnya. Aku baru menyadari bahwa bebikinan merupakan salah satu kekuatan yang aku miliki.

Aku yang sebelumnya tidak percaya diri, akhirnya menjadi lebih percaya diri karena mendapat dukungan positif dari teman-teman di UDJ. Eh, malah kadang jadi over PD akutuuu 🙈🤣🤣.

Bersama komunitas UDJ, aku juga belajar bermacam jenis craft. Ternyata selain jahit menjahit, ada banyak jenis craft yang baru aku kenal keberadaannya setelah bergabung bersama UDJ. Bahkan aku menemukan passion spesialisasi crafting setelah bergabung di sini. Gimana enggak makin cinta sama UDJ... 🥰💕💕.


Pada ulang tahun yang kedua, UDJ juga mempunyai kado istimewa. UDJ akan menerbitkan sebuah buku antologi yang berisi cerita para member tentang UDJ. Selain itu, ada juga tutorial yang insya Allah bermanfaat buat kita.

Buku antologi "Upload DIY Jogja Bagiku ..." sedang open PO sampai tanggal 30 September 2020. Ada diskon Rp. 9.000,- (dari harga normal) untuk kamu yang mengikuti PO sebelum tanggal 30 September 2020. Tunggu apa lagi? 😁😁






Blurb : 

Disadari atau tidak, setiap orang sebenarnya mempunyai jiwa seni dan potensial ber-DIY dalam hal tertentu. Buku ini bercerita tentang latar belakang terbentuknya komunitas kreatif, cerita perjalanan penulis terjun di dunia seni, dan ide kreativitas DIY yang berguna lengkap dengan tutorialnya. 

Buku ini diharapkan dapat menularkan semangat mengembangkan kreativitas, khususnya DIY, agar pembaca dapat mengolah bahan mentah dan memanfaatkan barang yang tidak terpakai menjadi berguna kembali dan bernilai jual untuk meningkatkan perekonomian wanita Indonesia. 

Spesifikasi Buku : Ukuran : 13 x 19 cm 

Jumlah halaman : 176 halaman 

Penerbit : Stiletto Indie Book 

Berat : 250 gr 

Harga jual : 69.000 

Harga PO : 60.000 

Free : Bookmark 

Estimasi buku ready : Pertengahan Oktober 

Pengiriman dari : Jogja 

Info dan pemesanan : Firda : 08121652930  


Happy DIY, salam iritologi 😘😘🥰🥰


Merah Itu Aku

Jogja, 20 September 2020


Continue reading Upload DIY Jogja is Turning Two

Tuesday, September 15, 2020

Tips ke Dokter Gigi Anak (Kala Pandemi)




Sejak merebaknya Covid 19 di Indonesia, kami benar-benar menjaga diri untuk di rumah saja. Kegiatan ke dokter gigi yang lumayan rutin dilakukan anak-anak pun terpaksa dihentikan. Sebelumnya, kami mengunjungi dokter gigi setidaknya 6 bulan sekali. Malah kadang bisa lebih dari sekali dalam 6 bulan.

Anak-anak sudah terbiasa mengunjungi dokter gigi sejak kecil. Apalagi Kakak Athar yang pernah jatuh dan membuat salah satu gigi serinya harus menjalani perawatan intensif. Sejak saat itu, kami mempunya 1 dokter gigi spesialis anak langganan.

Dokter gigi menjadi salah satu dokter yang menjalankan protokol kesehatan dengan sangat ketat. Ada anjuran untuk menghindari pergi ke dokter gigi jika tidak mendesak. Dan itulah yang kami lakukan.

Namun, akhir bulan Agustus, gigi geraham Kakak Zidan terlanjur tumbuh, sebelum gigi susunya tanggal. Sebenarnya gigi susunya sudah goyang, tetapi aku tak sanggup mencabutnya. Kondisi gigi susu yang sudah tidak utuh, membuatku khawatir meninggalkan akar di gusi ketika menarik gigi itu dengan paksa. Ditambah lagi, tampaknya Kakak Zidan masih belum rela giginya dicabut. Ah, itu membuatku semakin susah saja untuk mencabutnya secara mandiri 🤣.

Akhirnya, aku memutuskan untuk menghubungi rumah sakit tempat dokter gigi langganan kami praktek. Ternyata, dokter gigi anak langganan kami, belum pernah praktek sejak Covid menyerang. Kamipun memutuskan untuk membuat janji dengan dokter gigi spesialis anak lain yang juga praktek di situ. Dan apa yang terjadi? Jadwal praktek seminggu ke depan sudah full booked 🙈🙈.

Dengan terpaksa, aku mendaftar untuk 2 minggu ke depan dan di hari Senin. Aku sudah berpesan pada Mr. Right, yang sibuknya tidak masuk akal itu, untuk meluangkan waktu di hari Senin siang. Bayangkan lah... bagaimana horornya bawa 3 anak sendirian ke rumah sakit 🥺🥺.

Hari Senin pun datang dan sebelnya, Mr. Right pergi ke Jakarta. Mau tak mau, aku harus berangkat ke rumah sakit bawa 3 anak. Sendirian 😌😌. Daripada harus reschedule yekan... aku udah nunggu 2 minggu, gaesss....

Akupun menguatkan diri untuk berangkat membawa rombongan. Keadaan rumah sakit masih ramai meskipun tidak seramai biasanya. Alhamdulillah anak-anak bisa dikondisikan.

Dokter gigi dan asistennya memakai Alat Pelindung Diri lengkap. Dari masker, baju hazmat, face shield, hingga pelindung sepatu. Yah, mereka kan memang beresiko besar terkena droplet pasien. 

Ini persiapan yang aku lakukan sebelum ke dokter gigi bersama anak-anak:

1. Minta anak untuk bekerja sama dalam menjaga ketertiban dan ketenangan 🧘‍♂️🧘‍♂️🧘‍♂️

2. Beri kepercayan kepada anak, terutama anak tertua, untuk bisa menjaga adik-adiknya.

3. Hubungi rumah sakit untuk mengetahui perkiraan waktu masuk ruangan dokter, supaya kita tidak terlalu lama menunggu giliran di rumah sakit.

4. Persiapkan amunisi:
- Masker cadangan
- Tissu kering dan basah
- Handsanitizer
- Minum dan snack

5. Jangan lupa berdoa sebelum berangkat, untuk minta pertolongan Allah aga diberi kelancaran dan keselamatan.


Begitulah tips ke dokter gigi anak kala pandemi, bersama rombongan anak-anak, tanpa ditemani suami. Semoga bermanfaat 😘

Kalau memang tidak mendesak, lebih baik tetap di rumah saja ya, genks 🥰🥰🥰


Merah Itu Aku
Jogja, 15 September 2020


Continue reading Tips ke Dokter Gigi Anak (Kala Pandemi)

Friday, September 11, 2020

Writing for Healing



Awal bulan September, aku mendaftar kelas menulis selfhealing. Kelas ini di selenggarakan oleh @nuliskeroyokan berkolaborasi dengan @literasi.sahabat. 

Sebelumnya, aku sudah pernah mengikuti beberapa project menulis bersama @nuliskeroyokan. Ada 4 antologi yang segera terbit 🤭. #promosi.

Pengalaman pertama menulis bareng @nuliskeroyokan adalah antologi cerita mini dengan tema Ramadan Kala Pandemi. Kemudian ambil kelas bikin cerita rombongan langsung 3 antologi, yaitu dongeng, thriller, dan story telling. Dongeng dan thriller bener-bener baru buat aku. Kalau yang story telling sudah pernah, tapi aku ga terlalu menguasai. Jadi memang belajar banyak banget dari kelas menulis itu.

Kembali ke kelas menulis selfhealing.

Aku tertarik ikut kelas ini karena memang dari awal aku menulis, tujuannya adalah mengobati diri sendiri. Sebenernya sudah kebaca ya dari isi blog ini, yang hampir 90 persen, isinya curhatan 🤣. Ga cerita bucin sih... lebih ke cerita emak lyfe aja dengan segala keriwehannya 🤭.

Sebelum ikut kelas menulis selfhealing, aku pernah beberapa kali ikut kelas selfhealing yang lain. Cuma untuk yang menulis, ini yang pertama. Dulu pernah ikut kuliah whatsapp tentang writing for healing. Tapi karena waktunya singkat (cuma 1 atau 2 jam), jadi pemaparannya pun hanya sebatas permukaannya saja.

Kesempatan ikut kelas menulis ini, jelas tak aku sia-siakan. Begitu ditawari Mba @ayumungil (founder @nuliskeroyokan), aku langsung memutuskan untuk ikut. 

Ada 4 materi yang diberikan setiap Kamis malam jam 19.00. Tiga materi selfhealing dan 1 materi menulis. Materi selfhealing diberikan oleh Mba @put3renata, founder @literasi.sahabat.


Lalu, kenapa sih menulis bisa jadi salah satu cara selfhealing?


1. Me time

Untuk beberapa orang, termasuk aku, menulis merupakan me time yang paling mudah dan murah. Media menulis, bebasssss.... kalau mau dibaca orang, silakan tulis di media sosial atau blog. Kalau buat konsumsi pribadi, bisa di mana pun. Ada lho, orang yang mengeluarkan perasaannya dengan menulis di kertas, kemudian membuang kertas itu setelah lega.

Kalau aku lebih suka menulis di blog atau di buku harian yang menjadi satu dengan bullet journal 😁.


2.  Meningkatkan self compassion

Kita dapat menuliskan keadaan emosi pada saat ini, kemudian tuliskan bagaimana reaksi tubuh terhadap emosi tersebut. Dengan self compassion, kita dapat lebih mengenal diri sendiri.


3. Jurnal syukur

Menulis jurnal syukur, dapat membuat kita lebih menghargai hidup. Tentu saja kita akan lebih bersyukur dengan apa yang kita miliki.


Nah, sekarang tahu kan kenapa setelah menulis, ada perasaan lega dan bahagia? 😘

Selamat menulis dan mencurahkan isi hati, ya ❤️❤️❤️


Disclaimer

Aku bukan ahli selfhealing. Jadi, jika ada kesalahan penyampaian, boleh banget memberi masukan. Dengan senang hati, aku akan menerima segala saran dan masukan yang diberikan❤❤❤.



Merah Itu Aku

Jogja, 11 September 2020




Continue reading Writing for Healing

Saturday, September 5, 2020

Sekolah Luring

Selama 2 minggu kemaren, Kakak Zidan dan Dek Athar berangkat ke sekolah dalam rangka ujian praktek. Etapi kalau Kakak Athar cuma sampai hari Senin kemaren sih.. karena hafalan Kakak Athar belum sampai 1 juz.

Ujian yang dilaksanakan adalah ujian tahfiz dan ujian praktek wudu serta sholat. Lumayan ngeri-ngeri sedap sih ngliat anak-anak pergi ke sekolah. Apalagi, akhir-akhir ini, kasus positif Covid 19 masih tinggi. Tinggi banget malah. Liat angkanya, udah ga tau mau komentar apa lagi. Cuma bisa istighfar.

Jadwal ujian praktek diberikan beberapa hari sebelum pelaksanaan. Selain jadwal ujian, dibagikan juga jadwal kedatangan siswa. Setiap sesi kedatangan, diisi 3 sampai 5 siswa. Dengan durasi 1 jam per sesi.

Pihak sekolah sudah berupaya menekan jumlah berkumpulnya massa di satu waktu dan tempat. Mereka juga menerapkan protokol kesehatan bagi para siswa. Wajib memakai masker, dalam kondisi sehat, dan tidak melakukan perjalanan ke luar kota dalam 14 hari terakhir. 

Bagi orang tua yang mengantar dan menjemput juga dihimbau untuk memakai masker dan tidak berlama-lama berada di sekolah. Oke siap...meskipun kenyataannya, kami agak lama di sekolah karena anak-anak belum beres atau masih main. Astagaaahhh....

Begitu memasuki area sekolah, anak-anak disambut oleh ustaz yang mengukur suhu tubuh siswa. Wastafel tempat mencuci tangan pun sudah disediakan di beberapa titik.

Apakah anak-anak bisa menerapkan social distancing di sekolah? Tentu tidak, Mantili 😌😌. Di hari pertama ke sekolah, Kakak Zidan bercerita dengan heboh karena bahagia banget bisa ketemu temen-temen di sekolah. Mereka udah setengah tahun lebih ga sekolah, ya... salaman, pasti. Deket-deketan, iya juga. Masker? Pas aku jemput aja maskernya udah dikantongin.

Miris banget ya...

Anak-anak memang paling beresiko membawa virus Covid karena mereka lebih sering menyentuh sesuatu. Meskipun sudah diedukasi dan sedikit ditakut-takuti, mereka tetap saja cenderung lebih memilih asyik bermain bersama teman-teman, dibanding mengindahkan pesan-pesan sponsor.

Aku agak kecewa ya dengan handling sekolah terhadap para siswa. Sebaiknya, jika memang tidak bisa memastikan anak-anak patuh terhadap protokol kesehatan, tahan diri dulu lah untuk mengadakan kegiatan luring seperti itu.

Anak-anak happy, tapi emaknya worry 🥺.

Semoga kondisi segera membaik. Karena kondisi saat ini membuat serba salah. 


Merah Itu Aku

Jogja, 5 September 2020


Continue reading Sekolah Luring

Wednesday, September 2, 2020

Mas dan Dek

Waktu kecil, aku punya tetangga yang kalo panggil kami yang lebih muda, dengan panggilan 'Dek'. Buatku, panggilan 'Dek' itu sangat menyatakan kedekatan dan kasih sayang.

Semenjak itu, aku memiliki keinginan untuk memanggil 'Mas' pada suamiku kelak, dan berharap dipanggil 'Dek' oleh suamiku (pamrih bener dah 😁). Nyatanya, aku menikah dengan teman sekelas di SMA dan sayangnya, aku lebih tua 23 hari darinya. Jadi, atas nama kesopanan dan penghormatan, aku menyebut Mr. Right dengan 'Mas', tapi aku ga dipanggil 'Dek'. Sebel. 

Setelah punya anak, panggilan kamipun ikut berubah mengikuti panggilan anak-anak. Ih, ga romantis banget 😑. Aku dipanggil 'Bun' dan Mr. Right dipanggil 'Ay'. Yaaaa...biar ada romantis-romantis dikit lah. Eh, romantis di sebelah mananya sih? 🤣🤣

Waktu hamil anak kedua, aku sudah mengutarakan keinginanku untuk menerapkan panggilan Mas dan Dek pada anak-anak. Eh, Mr. Right lebih suka panggilan Kakak untuk anak tertua. Alasannya, kalo Mas itu seperti panggilan orang yang baru ketemu. Lha, kita baru ketemu juga dong 🙄. Ah, Mr. Right ga inget ya kalo jalan-jalan di pertokoan, selalu ada pramuniaga yang menawarkan dagangannya dengan "Diskonnya, Kakak...". Coba, lebih saling asing yang mana?

Menurutku, panggilan Mas itu lebih Jawa banget. Secara kami kan orang Jawa, jadi panggilan Mas lebih cocok dan dekat. Namun, akhirnya keputusan jatuh pada panggilan Kakak untuk anak pertama kami. Ya sudahlah ya....

Kegalauan terjadi ketika lahirlah anak ketiga kami. Panggilan apa yang akan kami sematkan pada anak tengah. Dia merupakan adek dari anak pertama, sekaligus kakak bagi anak terakhir. Setelah menanyakan pada si empunya panggilan, dia memilih dipanggil Kakak aja. Mungkin biar nampak dewasa 😋.




Kesleo lidah dalam memanggil anak tengah pun kerap terjadi. Kadang aku panggil Kakak, tapi ga jarang aku panggil Dek. Ga konsisten banget ya... dan itu berimbas pada anak terakhir yang sering panggil kakak kedua dengan panggilan Dek 🤣🤣🤣. Cubit lho..

Qodarullah, saat ini kami tinggal di Jogja, di mana kearifan lokal begitu dijunjung tinggi. Lingkungan sekolah anak-anak, mengajarkan untuk memanggil teman sekelas dan kakak kelas dengan panggilan Mas dan Mba. Sedangkan untuk penggilan ke adek kelas, diwajibkan memanggil Dek.
Konon katanya, panggilan-panggilan itu bertujuan untuk mengurangi kejadian perundungan di sekolah. 
Panggilan Mas dan Mba, diharapkan dapat meningkatkan rasa kasih sayang dan kekeluargaan di lingkungan sekolah.

Setelah bertahun-tahun menggunakan panggilan Kak dan Dek, aku jadi merasa aneh kalo ada yang panggil adeknya langsung nama. Terdengar jauh, gitu. Pernah suatu hari, Kakak Zidan memanggil adeknya dengan panggilan Athar (tanpa dek), dan aku langsung menegurnya 😁. 

Buatku, salah satu cara saling menghormati dan menyayangi antar kakak adek adalah dengan memanggil mereka dengan panggilan Mas/Mba/Kak/Dek. ❤❤❤❤


Merah Itu Aku
Jogja, 2 September 2020




Continue reading Mas dan Dek