Friday, June 24, 2022

Pendakian Pertama Anyelir

"Anya!" Terdengar sebuah panggilan diikuti suara langkah mendekat. Tanpa perlu mengalihkan pandangan dari buku yang sedang dibacanya, gadis itu sudah mengetahui siapa yang memanggil. 

"Apa?" tanya Anyelir begitu Bara berdiri di sampingnya.


"Kamu serius, mau ikutan naik gunung?" 


"Iya. Aku udah bilang Mas Cikal dan dibolehin ikut."


"Ini ke Slamet, lho, Nya." Bara duduk di samping Anyelir yang tampak kesal. Dia sudah memperkirakan bahwa gadis keras kepala itu sanggup melakukan apa saja untuk bisa mencapai keinginannya. Naik gunung.


"Emangnya kenapa? Kamu pikir, aku nggak mampu?!" tanya Anyelir dengan nada tinggi. 


"Bukan gitu," kata Bara sambil memikirkan kalimat yang tepat agar tidak menyinggung gadis yang duduk di sampingnya.


"Mas Cikal udah bolehin," ulang Anyelir menantang Bara.


"Dia suka sama kamu dan akan mengiyakan semua permintaan kamu."


"Kamu nggak suka aku? Karena itu nggak pernah bolehin aku ikut naik gunung sama kamu?"


"Nggak gitu, Nya …," kata Bara menimbang-nimbang kalimat berikutnya. "Okay, kamu boleh ikut …."


"Tapi?" tanya Anyelir ketika Bara tidak juga melanjutkan kalimatnya.


"Jangan Slamet," kata Bara dengan nada penuh permohonan. Gadis keras kepala ini sudah berulang kali membuatnya kalang kabut dengan tindakan di luar nalar. "Kita coba yang gampang-gampang dulu aja."


"Setuju!" seru Anyelir cepat, sebelum Bara berubah pikiran. 

***

Bara agak menyesal dengan keputusan memperbolehkan Anyelir naik gunung. Akan tetapi, dia tidak mau ambil risiko dengan membiarkan gadis itu pergi bersama orang lain.


Bukan tanpa alasan, Bara melarang Anyelir ikut naik gunung bersamanya. Gadis itu memiliki penyakit asma, tetapi sangat keras kepala meskipun sudah diberi pengertian.


"Aku mau nyoba sesuatu yang kamu suka. Kalau memang aku bener-bener terbukti enggak mampu, aku enggak akan minta lagi," janji Anyelir pada suatu hari.


Bara masih belum mengizinkan hingga akhirnya Anyelir meminta sendiri pada Cikal, ketua Mapala, yang disinyalir menyukai gadis manis itu.


Sebelum pendakian, Bara meminta izin pada kedua orang tua Anyelir. Pada awalnya, sang ayah cukup sulit diyakinkan. Dengan berbagai bujuk rayu serta janji-janji yang dilontarkan, mereka diizinkan juga untuk mendaki gunung.


Mereka sudah bersahabat sejak kecil. Orang tua Anyelir pun sangat mengenal Bara yang seperti pelindung bagi putrinya. 


Seminggu sebelum keberangkatan, Bara melatih Anyelir dengan beberapa latihan fisik. Sedikit berharap gadis itu akan menyerah dengan serangkaian latihan yang diberikan. Nyatanya, dia mampu melewati semua dengan mulus. 


Tidak hanya latihan fisik, mereka juga menyiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan serangan asma saat pendakian. Udara dingin dan kelelahan dapat memicunya.




Bara memilih Gunung Prau sebagai tujuan pendakian pertama bagi Anyelir. Medannya cukup ramah bagi pemula.


Gunung Prau terletak di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah. Ketinggiannya 2.565 mdpl (meter di atas permukaan laut). 


Ada beberapa basecamp pendakian dan Bara memilih jalur Patakbanteng. Jalur ini merupakan favorit yang paling banyak dipilih karena rutenya paling singkat dan tidak terlalu sulit. 


"Bilang kalo kamu nggak kuat," kata Bara untuk kesekian kalinya.


"Iya, Bawel," sahut Anyelir yang tidak berhenti tersenyum sejak perjalanan menuju Wonosobo.


Bara mengecek semua barang bawaan Anyelir. Memastikan semua obat-obatan tidak tertinggal. Tidak banyak perbekalan yang dibawa. Mereka hanya akan mendaki sekitar empat jam jika perjalanan lancar.


Mereka mulai mendaki menuju Pos 1 Sikut Dewo. Bara memastikan kondisi Anyelir secara berkala. 


"Aman," kata Anyelir setiap Bara menanyakan kondisinya.


"Pos 1 udah keliatan. Kalo kamu mau udahan, nanti kita turun," kata Bara serius ketika melihat butiran keringat mulai membasahi wajah Anyelir.


"Nggak usah lebay!" seru Anyelir galak.


Bara memberi kesempatan Anyelir beristirahat cukup lama. Tidak penting berapa waktu yang dibutuhkan untuk sampai di puncak. Keselamatan sahabatnya jauh lebih penting.


Perjalanan menuju Pos 2, kondisi Anyelir cukup payah. Selain kelelahan, udara saat itu memang sangat dingin. Beberapa kali, gadis itu mulai batuk-batuk.


"Kita stop sampai sini aja," kata Bara begitu sampai di Pos 2.


Anyelir menghirup inhaler untuk meredakan sesak yang mulai terasa.


"Kita turun setelah kamu cukup istirahat," kata Bara lagi setelah napas Anyelir mulai teratur.


"Sialan, kamu benar. Aku memang nggak kuat," kata Anyelir cukup kesal dengan ketidakmampuannya.


"Hey, kamu bisa melakukan banyak hal. Tapi memang naik gunung nggak cocok buat kamu."


"Sorry, karena udah begitu menyebalkan akhir-akhir ini."


"Kamu memang menyebalkan, Anya!" kata Bara sambil menghindari pukulan sahabatnya.

***


Merah Itu Aku

Jogja, 24 Juni 2022


(Cerpen-Rumah Belajar Literasi IP Yogyakarta)

Continue reading Pendakian Pertama Anyelir

Monday, June 20, 2022

Liburan Hari Pertama

Libur parsial tlah tiba ... 

Disebut parsial karena Dek Lou yang beda sekolah belum libur. 

Disebut parsial juga karena Kak Zidan dan Kak Athar belum terima rapor. Jadi, meskipun judulnya udah ada yang libur, kami masih bertahan di Yogyakarta.

Tadinya sempat kepikiran buat ikutan Mr. Right ke Semarang sebelum terima rapor. Etapi kan anak bayi belum libur. 

Baiklah, demi memberikan kesibukan buat anak-anak, hari ini kami melakukan dua agenda. Satu berhasil selesai, sedangkan satunya masih on going. Mungkin akan dilanjutkan besok.



1. Masak bareng anak-anak.

Awalnya nggak ada rencana buat masak. Tiba-tiba, Kak Zidan menunjukkan video masak dari TikTok yang lumayan gampang. Ih, dasar anak sekarang. 

Aku tyda tau namanya apaan. Semacam scotel tapi pake nasi.

Aku iya in aja karena yakin bakalan bisa masaknya. Bahan-bahannya juga gampang.

Anak-anak semangat bantuin. Dari nyampur-nyampur bahan, mecahin telur, sampai kasih topping.

Untuk bagian masukin ke- dan ngeluarin dari oven, semua diserahkan pada emaknya.

Kalau mau cobain, aku bagi resepnya dengan sedikit improvisasi, disesuaikan dengan bahan yang ada di rumah.


Siapkan bahan-bahan berikut:

- nasi seikhlasnya

- kornet 1 kaleng (aku lupa berapa gram)

- keju (aku pake mozarella + cheddar)

- sosis 2 pcs, potong tipis

- telur 2 butir

- garam dan merica secukupnya

- daun bawang iris tipis


Langkah membuat:

- campurkan semua bahan (kecuali mozarella dan sebagian sosis), aduk rata.

- masukkan ke dalam aluminium cap.

- beri keju mozarella dan potongan sosis sebagai topping.

- panggang selama 15 menit.

- siap disajikan.


Alhamdulillah bisa jadi lima cup dan laris manis. Anak-anak suka. Emaknya nggak usah ditanya 😌.


2. Beresin meja belajar.

Sesungguhnya, agenda hari ini cuma beresin meja belajar beserta buku-buku kelas 3 dan 5. Karena bulan depan bakalan dapet buku-buku baru lagi, kami kosongkan beberapa bagian. Sekalian kasih kegiatan buat anak-anak.

Bisa ditebak sih, yang banyak kerja jelas emaknya. Anak-anak bantu dikit buat pisahin kertas-kertas yang enggak boleh dibuang. Kemudian, mereka cuma liat-liat, khawatir ada koleksi mereka yang ikut disingkirkan (baca: dibuang).

Setelah satu bagian berhasil dirapikan, kami pindah ke bagian lain. Dan taraaa ... ditemukan kembali rayap yang sudah menggerogoti sebuah buku koleksi anak-anak 🥲.

Sebagai orang Indonesia yang sering berpositif thinking, aku lumayan bersyukur karena ketauan lebih awal, sebelum menghabiskan lebih banyak buku.

Sedih sih karena buku itu tidak bisa diselamatkan dan terpaksa langsung dibuang.

Sorenya, kami main bulutangkis. Beres-beres diteruskan besok karena setelah menemukan rayap, aku langsung menyemprot dengan cairan khusus yang mana lumayan bikin hidung enggak nyaman.

Nantikan cerita liburan kami selanjutnya, ya ❤.


Merah Itu Aku

Jogja, 20 Juni 2022


Continue reading Liburan Hari Pertama