Hari kedua lebaran, kami melakukan perjalanan ke arah timur. Tentunya bukan untuk mencari kitab suci, ya, Gaes.
Alhamdulillah, tahun ini, Idulfitri pemerintah dan Muhammadiyah jatuh bersamaan. Aku sempat agak khawatir karena awal Ramadan berbeda. Keluarga dari Ibu memang selalu mengikuti hisab dari Muhammadiyah. Aku besar dalam lingkungan itu.
Ketika menikah dengan Mr. Right yang taat pemerintah, aku kerap kali berada di persimpangan. Ampun dah, berat amat bahasanya. Yah, intinya, secara naluri, aku lebih condong pada perhitungan daripada penampakan hilal. Namun, aku tidak bisa ngotot-ngototan untuk hal ini, mengingat ada anak-anak yang tidak mungkin kutempatkan pada kebingungan memilih ikut Ayah atau Bunda. Bukan sekadar ikut pemerintah atau Muhammadiyah.
Ah, sebenarnya bukan Muhammadiyah, sih, karena bukan pengikutnya pun, banyak yang ikut hisab dibanding menunggu sidang isbat pemerintah berdasarkan penampakan hilal.
Oke, mari kesampingkan itu semua. Yang terpenting, kami semua lebaran di hari yang sama.
Ada beberapa kebiasaan lebaran yang masih berlangsung hingga saat ini. Antara lain, silaturahmi mendatangi saudara dan bagi-bagi angpau.
Berdasarkan KBBI.web,
ang·pau Cn n 1 amplop kecil untuk tempat uang sumbangan yang diberikan kepada orang yang punya hajat (perkawinan dan sebagainya) dalam adat Cina; 2 hadiah atau pemberian uang (pada hari Tahun Baru Cina dan sebagainya)
Sepertinya terdapat pergeseran makna, ya ... atau masuk dan sebagainya? Atau memang tidak cocok disebut angpau lebaran? Yah, maksudnya gitulah.
Amplop lebaran dari tahun ke tahun, nyatanya mengalami perubahan. Selain itu, tahun ini, aku menemukan ada bentuk angpau yang baru. Makin bergeser aja makna angpau. Bukan hanya uang dalam amplop tetapi juga dalam bentuk lain.
Kekreatifan warna negara kita tercinta memang patut diacungi jempol. Permainan kata dan warna selalu membuatku terpukau.
Bentuk amplop yang awalnya putih bersih tak bernoda, beberapa tahun belakangan menjadi lebih beragam. Beraneka gambar bertema lebaran atau tokoh kartun yang disukai anak-anak, mulai banyak dijumpai.
Untuk bentuk pun bermacam-macam. Ada amplop mini, ada juga yang panjang seukuran uang kertas.
Ada yang dari kertas, ada pula dari kain flanel beraneka warna dan bentuk. Menarik dan lucu-lucu.
Tahun ini, aku terpesona dengan permainan kata pada amplop lebaran. Warga Indonesia memang jago bikin plesetan macam begini 😅.
Dan yang paling bikin speechless, adalah ini!
Terlepas dari berapa nominalnya, bagiku, segala pemberian tersebut menunjukkan perhatian untuk berbagi kebahagiaan.
Dalam hal ini, sebagai ibu dari anak tiga, kadang merasa cukup merepotkan. Karena bagaimana pun, jumlah anak yang bisa dikatakan tidak sedikit, akan membuat mereka mengeluarkan lebih untuk anak-anakku.
Berdasar obrolan dengan adik tersayang, ternyata tradisi bagi-bagi angpau lebaran, tidak berlaku di keluarga istrinya. Wow, entah kenapa, aku menganggap itu lebih baik. Kadang tradisi bagi-bagi angpau ini, terasa memberatkan bagi beberapa pihak. Aku pribadi, kadang merasa kesulitan mencari uang lurus. Padahal ga wajib juga 😄.
Sebagai penutup, berbagi kebahagiaan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Gunakan cara yang paling sesuai dengan kemampuan. Jangan memaksakan diri. Bagaimana kita bisa berbagi kebahagiaan kalau ternyata terpaksa?
Selamat berkumpul bersama keluarga. Stay healthy and always happy!
Merah Itu Aku
Cilacap-Kebumen, 3 Mei 2022