May, please be nice to me
Bulan ini, aku memasuki sesi kedua KLIP. Pada sesi pertama (bulan Januari-April), alhamdulillah aku full badge, meskipun pada tiga bulan terakhir, aku hanya memperoleh badge You're good. Padahal, aku menargetkan, paling tidak mendapat badge You're Excellent dengan minimal 20 setoran setiap bulan. Bahkan, pada bulan April, aku hanya menyetorkan 10 tulisan, yang merupakan batas bawah dari perolehan badge You're Good 🙈. Kalau salah hitung, aku bakalan kehilangan badge di bulan lalu dan dikeluarkan dari wag 😓.
Kabar terbaru, jumlah kata setoran KLIP yang awalnya 'hanya' 300 kata, akan dinaikkan menjadi 350 kata pada bulan Juni. Aku hanya tertawa miris melihat rekap raport sesi pertama. Apakah aku bisa bertahan, sementara jumlah 300 kata saja, sudah membuatku ngos-ngosan 😝.
|
Mohon maaf, ini pic-nya buruk rupa sekali 🙈 |
Bulan Januari, aku menyetorkan 21 tulisan, mendapat badge You're Excellent, dengan jumlah total 14.044 kata, rata-rata per setoran 669 kata, dan setoran terbanyak 1.450 kata.
Bulan Februari, aku menyetorkan 13 tulisan, mendapat badge You're Good, dengan jumlah total 5.643 kata, rata-rata per setoran 434 kata, dan setoran terbanyak 932 kata.
Bulan Maret, aku menyetorkan 11 tulisan, mendapat badge You're Good, dengan jumlah total 5.866 kata, rata-rata per setoran 533 kata, dan setoran terbanyak 1.061 kata.
Bulan April, aku menyetorkan 10 tulisan, mendapat badge You're Good, dengan jumlah total 3.589 kata, rata-rata per setoran 359 kata, dan setoran terbanyak 452 kata.
Total setoran dalam sesi pertama sebanyak 55 tulisan.
Semakin bulan, jumlah setoran semakin berkurang. Pun dengan rata-rata jumlah kata dan kata terbanyak. Semoga sesi kedua lebih baik lagi. Semakin semangat menambah kata supaya bulan depan ga kaget dengan jumlah minimal kata yang dinaikkan 💪.
Awalnya, aku sempat berpikir bahwa aku sanggup menulis konsisten setiap hari karena aku membutuhkan menulis untuk menyembuhkan luka. Nyatanya, kalimat-kalimat itu hanya bermain-main di dalam kepalaku tanpa sanggup aku tuliskan.
Ada banyak kesedihan yang ingin aku keluarkan. Namun, aku tidak sesanggup itu. Padahal, berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, menulis adalah obat terbaik untukku. Yah, ada kalanya, kesedihan yang begitu sangat membuatku sulit untuk mengungkapkannya, meskipun itu hanya dalam bentuk tulisan.
Aku ingat, hampir tidak pernah bercerita tentang rasa ini kepada Mr. Right. Bukan karena dia adalah orang yang tidak tepat untuk tempat bercerita. Hanya aku yang tak sanggup berkata-kata untuk perasaan kehilangan ini. Yang terjadi terakhir kali, aku justru menangis sesenggukan di belakang punggungnya. Dia yang tak pernah bisa melihatku menangis, hanya diam membiarkan hingga aku berhenti.
May, please be nice to me
Sejak memasuki bulan Mei, aku sudah diliputi rasa khawatir menghadapi lebaran. Ini adalah lebaran pertama kami tanpa Bapak. Masuk bulan puasa, kami sudah mulai diliputi kesedihan. Menjelang lebaran pun demikian.
Buatku, lebaran tidak bersama keluarga besar memang bukan hal baru. Namun, benar-benar tanpa Bapak yang sudah tidak bisa ditemui bahkan dengan video call, akan sangat berat.
Untuk pertama kalinya, aku takut menghadapi hari-hari menjelang lebaran.
May, please be nice to me
Ramadan tahun lalu, Ramadan terakhir Bapak. Kami tidak bertemu sama sekali. Mungkin seharusnya kami bersyukur atas kondisi yang memaksa semua orang harus menahan diri untuk tetap di rumah. Berdua saja di rumah dengan Ibu, Bapak bisa beribadah dengan lebih fokus. Menurut cerita Ibu, tahun lalu, Bapak bisa mengkhatamkan Al Quran sebanyak empat kali. Artinya, beliau khatam setiap pekan sekali. Masya Allah.
Ramadan tahun lalu, merupakan Ramadan terakhir bagi Bapak untuk bersama Ibu. Sebulan lamanya, mereka salat tarawih berjamaah di rumah. Hal yang belum pernah mereka lakukan sepanjang usia karena biasanya mereka akan salat di masjid.
Kalau ada yang paling sedih dan kehilangan, sudah pasti Ibu lah orangnya. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Ibu, sementara aku yang tidak selalu bersama Bapak saja masih kerap kali menangis ketika mengingat beliau.
May, please be nice to me
Sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan, kerap menggoda kami untuk memanggil kenangan-kenangan bersama Bapak. Kadang, aku dan Ibu bercerita dalam canda yang selalu berakhir dengan kalimat, "Jadi sedih, ya."
Ya, kami belum sepenuhnya merasa bahwa Bapak benar-benar sudah pergi. Rasanya, Bapak masih ada bersama kami. Entah sampai kapan. Kadang, kami sama-sama berpikir, "Masa Bapak meninggal ya..."
Ah, sungguh menyedihkan.
Sungguh sangat kehilangan.
Sungguh, kami masih dalam tahap denial.
Membohongi perasaan, yang justru semakin membuat rasa sedih ini semakin mendalam.
May, please be nice to me
Merah Itu Aku
Cilacap, 5 Mei 2021