Thursday, October 28, 2021

Komunikasi Keluarga

Sebenarnya, materi tentang komunikasi, sudah pernah aku dapatkan pada perkuliahan Bunda Sayang. Komunikasi produktif. Namun, dalam perjalanan, kita memang butuh untuk diingatkan kembali. Apalagi, jika nyatanya, komunikasi produktif belum sepenuhnya bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sebagai contoh nyata adalah aku. Meskipun sudah beberapa kali mendapat kuliah komunikasi produktif, tetapi masih juga mengalami tantangan dalam menyampaikan suatu pesan pada anak-anak. Yang kemudian terjadi adalah, kami berdua sama-sama kesal karena maksud dan tujuan tidak tercapai.

Pentingnya mengulang kuliah tentang komunikasi, aku seperti diingatkan kembali dengan lembut. Lakukan ini, lho! 

Iya ... iya ... praktik memang tidak semudah teori yang ada. Aifilyu ...

Aku sudah jungkir balik dan koprol-koprol untuk menahan amarah, menahan tangis, menahan segala rasa yang kadang bikin aku ingin teriak. Cukup! Aku mau berhenti. Se-ka-rang!

Tantangan yang aku hadapi adalah anak yang menjelang remaja. Enggak mau dibilang masih kecil, tetapi belum besar juga. Angkat topi buat Buibu yang sudah melewati masa-masa ini.

Beberapa pekan yang lalu, kami berbicara dari ke hati. Aku dan anak sulung. Malam hari, saat dia berusia 11 tahun. Setelah dia mengungkapkan kekecewaan terhadapku.

Kak, Bunda masih perlu banyak belajar menghadapi Kakak. Kakak adalah anak pertama yang mengajarkan Bunda mengenai banyak hal. 

Wajar kalau Kakak merasa bahwa Bunda banyak kekurangan. Wajar juga jika kadang Kakak merasa kecewa. Kakak enggak pernah memilih untuk berada di keluarga ini. Mungkin Kakak pernah terpikir untuk bertukar keluarga dengan yang lain. 

Bunda dan Ayah yang berdoa, minta ke Allah untuk menghadirkan Kakak di keluarga ini. Jadi, Bunda dan Ayah akan selalu berusaha menjadi orang tua yang baik untuk Kakak.

Kakak sudah ditakdirkan ada di keluarga ini. Jadi, bantu Bunda, ya ....

Rasanya lega sudah mengungkapkannya. Meskipun keesokan harinya, kami kembali berbeda pendapat. Namun, paling tidak, aku sudah mengungkapkannya.

Membahas tentang komunikasi, beberapa pekan belakangan, aku mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut. Acara diselenggarakan oleh berbagai komunitas yang peduli pada ilmu pengasuhan.

Komunikasi yang diberikan adalah komunikasi keluarga. Jadi, kami belajar tentang komunikasi dengan suami dan juga dengan anak-anak.

Ada beberapa insight yang aku dapat tentang komunikasi.

1. I-messages

Ini aku dapatkan dari komunitas Rangkul. Seperti me-review kembali pelajaran di Bunda Sayang.

Ketika berbicara, ungkapakan dulu apa yang kita inginkan atau rasakan. Baru kemudian, kita sampaikan apa yang kita harapkan darinya.


2. Pahami perasaan

Kalau ini lebih kepada komunikasi terhadap anak. Kita harus memahami apa yang sedang dirasakan oleh anak. Ajak juga agar mereka mengetahui apa yang sedang mereka rasakan.

Misalnya: "Adek lagi sedih?" Atau "Adek marah?"

Tanyakan hal-hal seperti itu agar anak memahami perasaan yang sedang melanda.

Begitu pula dengan kita. Ketika  sedang marah, coba tanya diri sendiri. Sebenarnya kita memang marah? Kecewa? Sedih? Atau lapar? 😁.

Serius, banyak orang yang mendadak 'senggol bacok' hanya karena sedang lapar. Jika memang merasa lapar, maka makanlah dulu. Baru kalibrasi kembali rasa pada diri.


3. Perbedaan komunikasi perempuan dan laki-laki



Ini aku dapatkan dari acara SAMBER (sharing member) di Kampung Komunitas Nagari. Narasumbernya adalah Mbak Tantri, Ibu dari empat orang anak laki-laki. Iya, lebih challenging ke mana-mana 🤭.

Seperti kita tahu, perempuan dan laki-laki memiliki kecenderungan yang berbeda. Tidak selalu, tetapi secara keilmuan, begitulah adanya.

Ada beberapa poin yang mau aku bagikan:

Laki-laki lebih peka terhadap arah. Peremouan tidak.

Ini pernah banget kejadian. Aku yang membuat Mr. Right tersesat gara-gara salah menyebutkan kanan dan kiri. Iya, kanan-kiri banget. Belum tentang utara, barat, selatan, atau timur. Oke, tidak semua perempuan separah aku. Namun, kebanyakan memang laki-laki lebih jago untuk urusan arah.

Ada hal baru yang aku dapat. Ternyata, laki-laki akan merasa tercabik-cabik harga dirinya, kalau perempuan minta dia tanya arah ke orang lain. Kecuali kalau ide itu muncul dari laki-laki itu sendiri.

Haha ... oke siap.


Laki-laki bertindak atas dasar logika. Perempuan lebih mengedepankan perasaan.

Laki-laki lebih memilih menyendiri jika ada masalah. Perempuan cenderung untuk bercerita jika ada masalah.

Laki-laki cenderung memberi solusi. Perempuan hanya ingin didengarkan.

Ini rombongan banget. Intinya tentang rasa.

Ya ... gimana, ya ... meskipun udah sering dibahas, tetep aja dalam kenyataan tidak semudah itu menerima.

Yang perlu kita lakukan adalah, stop baper dan katakan apa yang kita inginkan. Enggak usah lah pake kode-kode yang akan berakhir dengan 404 not found. Atau ngambek-ngambek biar diperhatiin. Enggak akan mempan.


Laki-laki fokus pada satu hal. Perempuan bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu.

Jadi, ya, Buibu, kalau suami atau anaknya lagi nonton tivi dan kita mau panggil, tepuk bahunya biar mereka menyadari keberadaan kita.

Sering, sih, aku merasakan kesel karena manggil anak-anak atau Mr. Right sekali pun, berkali-kali tetapi masih dicuekin. Mereka itu emang ga denger. Karena fokus mereka adalah nonton tivi. Bukannya cuek, mereka memang begitu.

Hal ini juga mengingatkanku untuk memberi instruksi satu per satu pada para lelaki. Minta mereka menyelesaikan satu pekerjaan, baru beri yang lainnya. 

Percakapan yang sering terjadi:

Aku: "Ayo, bangun, salat, mandi, siap-siap sekolah. Jangan lupa sarapan."

Anak: gegoleran di tempat tidur. 

Saat kita kesel dan ngomel, dia bilang, "Sebenernya Bunda nyuruh yang mana sih?"

Rasanya pengen garuk-garuk tembok. Iya ... iya ... aku yang salah ... 😭

Kalau seharusnya, sebagai perempuan satu-satunya di rumah, aku menjadi Mrs. Always Right, tetapi kenyataannya adalah aku selalu salah 😆


Jangkauan pandangan laki-laki sempit.

Nah, ini adalah jawaban dari kenapa anak-anakku dan Mr. Right kalau nyari barang-barang sering enggak ketemu dan mengambil jalan ninja dengan memanggilku untuk mencarikan.

Bukan karena mereka malas atau manja. Namun, mereka memang enggak mampu buat meluaskan pandangan. 

Pernah ga sih, kalian wahai para ibu ditanya tentang keberadaan benda yang ada di depan mata pria? Ya, mereka emang enggak ngliat itu. Sabar ya, Buibu ... (sambil pukpuk diri sendiri).

Sebenernya, ini bisa diatasi dengan mengembalikkan barang-barang kembali ke tempat semula. Akan tetapi, meminta mereka melakukan ini juga sama susahnya. 

Yuk, usaha, yuk 😪

Membahas komunikasi memang selalu seru. Apalagi tentang komunikasi lintas gender. Lucu tapi ngeselin 😆.


Merah Itu Aku

Jogja, 28 Oktober 2021




0 comments:

Post a Comment