Thursday, January 6, 2022

Mencari Sekolah Anak (Ketiga)

Aku sungguh merasa bersalah karena lupa kalau tahun lalu, Dek Lou sudah empat tahun. Pada usia yang sama, kedua kakaknya sudah mengenyam bangku Kelompok Bermain atau lebih dikenal dengan Playgroup.

Kemarin, aku mengajak Dek Lou untuk mengunjungi sekolah dekat rumah. Sebenarnya, aku sudah pernah berniat memasukkan kakak Athar ke sana. Akan tetapi, beberapa tahun yang lalu, aku belum berhasil menemukan lokasi TK-nya. Dulu, TK dan SD belum berada dalam satu lokasi. Yah, mungkin aku yang kurang berusaha atau memang tidak terlalu niat.

Akhirnya, kami ke sana dan ternyata Dek Lou sangat senang dan tampak nyaman.

Setelah berdiskusi dengan Mr. Right, kami memutuskan untuk mendaftarkan Dek Lou ke sana.

Ada alasan yang mendasari untuk memilih sekolah yang berbeda dengan kedua kakaknya. Dengan memisahkan mereka, maka Dek Lou terlepas dari bayang-bayang kakaknya. Hal ini juga menghindari ‘dibanding-bandingkan’.

Kami sudah berusaha untuk tidak membandingkan mereka bertiga, tetapi perlakuan orang lain, siapa yang bisa mencegah?

Cara yang kami tempuh adalah dengan memisahkan sekolah Dek Lou dengan kakak-kakaknya.

Kenapa dulu tidak memisahkan Kakak Zidan dan Kakak Athar?

Karena setelah mereka berada dalam satu sekolah dan mau tidak mau terlihat perbedaan di antara mereka, aku merasa perlu mengambil langkah ini.

Selain itu, menyatukan sekolah kedua anak kami, ternyata juga membuat anak kedua jadi banyak mengikuti peminatan kakaknya.

Aku pikir, dengan memisahkan anak ketiga ini, dapat menjadikannya mudah dalam menemukan minat dan bakat lebih luas lagi.

Aku jadi teringat bahwa aku dan kakakku tidak pernah berada dalam sekolah yang sama. Kami berdua terpaut dua tahun. Apakah pertimbangan yang sama juga menjadi dasar orang tua kami? Mungkin iya, mungkin juga tidak.

Dulu, aku pikir, takdirlah yang memisahkan kami. Saat TK, aku dan kakakku memang satu almamater. Akan tetapi, saat aku masuk TK, tentu saja kakakku sudah tidak bersekolah di sana. Kami mengenyam bangku TK hanya setahun. Sangat berbeda dengan anak zaman now yang bisa menghabiskan lebih dari dua tahun untuk pendidikan usia dini.

Sekolah dasar kami terletak dalam komplek yang sama, tetapi beda sekolah. Entah apa pertimbangan kedua orang tua kami dalam pemilihan sekolah yang berbeda. Alhamdulillah sih, aku tidak terintimidasi dengan kecerdasan kakakku karena guru kami berbeda.

Untuk kedua sekolah itu, tentu ada andil kedua orang tua untuk memilihkan. Nyatanya, di tingkat yang lebih lanjut, kami pun tidak pernah berada dalam sekolah yang sama. Inilah yang aku sebut sebagai takdir yang patut disyukuri.

Pada tingkat SMP, SMA, dan perguruan tinggi, ada banyak faktor penentu yang menyebabkan kami terpisah. Dengan terpisah, kami terselamatkan dari dibanding-bandingin. Aku pun tidak hidup di bawah bayang-bayang kesuksesan kakakku.

Kalau adikku, karena berbeda enam tahun, yang mana ketika dia masuk SD, aku lulus, maka meskipun kami satu almamater, tetap saja tidak pernah bersama.

Mungkin itu pula yang membuat orang tuaki memsukkannya ke SD yang sama denganku. Sayangnya, dikarenakan guru kami sama, mau tak mau, ada saja perbandingan yang keluar tanpa bisa dicegah. Pikirku sangat berat menjadi seorang adik yang dibayang-bayangi kakaknya.

Kata anak zaman sekarang, bisa kena mental 😜.

Pertimbangan memilih sekolah, meskipun berbeda, tetapi tetap sama secara kualitas. Semoga ya …


Merah Itu Aku

Jogja, 6 Januari 2022



0 comments:

Post a Comment