Thursday, June 18, 2020

Panggil Tukang

Mempunyai seorang bapak yang multitalenta, membuatku tidak terbiasa dengan memanggil tukang untuk memperbaiki 'kekacauan' yang biasa terjadi di rumah. Kekacauan yang dimaksud misalnya kran air bocor, gangguan lampu, gangguan antena televisi, atap bocor, dkk. Biasanya semua itu bisa ditangani oleh bapak seorang diri.

Setelah aku merantau, banyak hal yang akhirnya aku selesaikan sendiri tanpa memanggil tukang. Saat kos, aku beberapa kali memperbaiki pintu. Pun saat aku sudah punya hunian sendiri. Kok ya Qodarullah aku sempat LDM sama Mr. Right. Jadi aku semakin-semakin melakukan apa-apa sendiri. Kecuali sih memang kalo permasalahan yang butuh diselesaikan oleh ahlinya ahli ya.. mau tidak mau, kami memang panggil tukang.

Waktu aku pindah ke Jogja, menyelesaikan permasalahan remeh temeh kerumahtanggaan aku lakukan sendiri. Ya, aku masih LDM sama Mr. Right. Eh, kok lagi-lagi, keadaan menuntutku untuk begitu. Warung depan komplek rumah yang jualan sembako adalah seorang ibu dan seorang nenek. Praktis ga mungkin minta tolong angkat galon atau gas. 
Untuk mengatasi permasalahan angkat galon dan gas, aku diberi senjata berupa troli. Beli di supermarket yang mungkin mempunyai fungsi untuk membawa koper. Yah, apapun lah yang penting aku gampang ngangkut galon dan gas dari warung ke rumah. Angkat galon ke dispenser? Bolak balik aku lakukan. Begitu pula urusan pasang gas. 
Etapi sekarang Mr. Right udah di rumah. Jadi urusan galon, aku serahkan sepenuhnya padanya. Kalo gas, kadang urus sendiri, kadang diurus Mr. Right. Tergantung keberadaan dia 😁. Aku yang awalnya takut banget pasang gas, sekarang udah berani.
Haha..jadi inget waktu beberapa bulan setelah resign, aku sempat ikut Mr. Right ke Pontianak. Kalo mau pasang gas, aku nunggu Mr. Right pulang. Malah pernah pas jam kantor, aku minta dia pulang hanya untuk pasang gas. Istimewa 😆😆😆. Emang kok kalo bareng-bareng jadi manja 😌.

Beberapa hari ini, aku kesel banget gara-gara lampu kamar mati. Udah diganti lampu baru, tapi masih aja belum berhasil hidup. Aku males banget disuruh panggil tukang listrik. Masalahnya, lokasi itu ada di kamar. Padahal kalo tukang ac yang bersihin ac kamar, aku ga masalah. Tapi giliran lampu kamar, aku enggan setengah mati buat panggil tukang. Karena buatku, urusan lampu mestinya ga perlu panggil ahlinya ahli 😆😆. Meskipun untuk kasus-kasus tertentu, ada juga yang butuh tukang listrik. 
Masalah yang kedua, lampu kamar ini bukan pertama kalinya bermasalah. Aku jadi kepikiran untuk pasang lampu di tembok. Biar aku bisa ganti sendiri kalo suatu saat mati. Atap kamar tempat lampu itu bersemayam, sungguh sangat tinggi. Mr. Right yang udah kayak galah pete aja sampe harus nangkring di tangga paling atas 🤧. Dan kalo pake tongkat pemutar lampu, jenis rumah lampu di sini ga compatible. Jadinya ya udah, aku pikir paling oke kalo lampu diganti yang nempel di tembok aja.

Kadang aku pikir, kemandirian itu bisa saja merepotkan diri sendiri. Tapi kata hati tak dapat ditolak. Rasanya sungguh tak ingin mencari bantuan. Padahal tidak mengapa kita sekali-kali meminta bantuan orang lain. Kita tidak mungkin menjadi ahli dalam segala hal, bukan?


Merah Itu Aku
Jogja, 18 Juni 2020

0 comments:

Post a Comment